Kematian seorang pendaki Brasil, Juliana Marins, di Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat, telah menarik perhatian dunia. Kasus ini menjadi sorotan karena proses evakuasi yang penuh tantangan, terutama akibat kondisi medan yang terjal dan cuaca yang tidak menentu. Tim SAR dan petugas gabungan telah berupaya maksimal menyelamatkan Juliana, yang jatuh dari tebing curam dan terjebak selama hampir empat hari sebelum ditemukan.
Kronologi Kejadian
Menurut laporan resmi dari Kepala Kantor SAR Mataram, Muhammad Hariyadi, insiden bermula saat Juliana Marins bersama rombongan pendaki berada di jalur pendakian Krater Rinjani. Pada Sabtu pagi, Juliana terjatuh dari tebing dengan ketinggian sekitar 300-500 meter. Menurut saksi, ia masih berada di posisi yang lebih tinggi yang memungkinkan penyelamatan lebih mudah jika bantuan datang cepat.
Namun, cuaca buruk dan kabut tebal menyulitkan operasi pencarian. Helikopter tidak dapat diterbangkan dan medan yang curam membatasi akses tim penyelamat. “Kendala yang paling utama di sini adalah medan yang sangat terjal dan kabut tebal yang sewaktu-waktu turun, sehingga pencarian tidak bisa dilakukan dalam kondisi berkabut,” jelas Muhammad Hariyadi.
Medan Terjal dan Cuaca Ekstrem Hambat Evakuasi
Tim SAR bersama unsur TNI, polisi, dan relawan telah berupaya maksimal dalam operasi evakuasi selama hampir empat hari. Mereka menggunakan drone thermal untuk melacak keberadaan Juliana yang tersembunyi di antara pasir vulkanik dan bebatuan curam. Video yang beredar di media sosial bahkan memperlihatkan Juliana masih bergerak dan duduk di tanah abu-abu jauh di bawah jalur pendakian pada hari Sabtu.
Namun, proses evakuasi tetap penuh rintangan. Kabut tebal yang tiba-tiba turun menyulitkan navigasi dan membatasi jarak pandang. Medan terjal dengan pasir yang mudah longsor juga berisiko bagi petugas penyelamat. Hal ini memaksa tim SAR bergerak perlahan dan hati-hati demi keselamatan bersama.
Kontroversi dan Kritik dari Keluarga serta Publik Brasil
Tragedi ini mendapat perhatian luas dari masyarakat Brasil dan dunia maya. Keluarga dan teman-teman Juliana menyuarakan kekecewaan atas lambatnya proses evakuasi meski korban sudah ditemukan sejak tiga hari sebelumnya. Mereka mengkritik ketidaktepatan informasi dan koordinasi yang dinilai kurang profesional.
Beberapa laporan menyebutkan bahwa pada hari pertama insiden, Juliana masih sadar dan berteriak minta tolong. Namun, upaya penyelamatan lambat dan informasi yang disampaikan kepada keluarga kerap membingungkan bahkan ada yang tidak benar. Misalnya, keluarga diberi tahu bahwa Juliana sudah mendapat bantuan makanan dan selimut melalui drone, yang kemudian dibantah oleh tim SAR.
Di media sosial, sejumlah rekaman video yang diambil oleh pendaki lain menunjukkan bahwa Juliana masih berjuang hidup pada hari Sabtu, beberapa hari setelah jatuh. Namun, lokasi korban yang jauh dan medan yang berbahaya membuat evakuasi tidak mudah.
Jalur pendakian ditutup sementara
Jalur pendakian dari Pelawangan 4 Sembalun ke puncak Rinjani ditutup sementara. Penutupan dilakukan hingga proses evakuasi pendaki asal Brasil tersebut selesai dilakukan.
Kepala Balai Taman Nasional Setempat, Yarman Wasur mengatakan aktivitas pendakian dari Pelawangan 4 jalur wisata Pendakian Sembalun menuju puncak rinjani ditutup sementara mulai 24 Juni 2025 sampai dengan batas waktu yang tidak ditentukan atau sampai dengan proses evakuasi korban selesai dilakukan.
Yarman mengatakan penutupan sementara ini dilakukan untuk mempercepat proses evakuasi hingga mempertimbangkan aspek keselamatan pengunjung dan tim evakuasi.
Profil Juliana Marins
Juliana Marins merupakan seorang publicist dan backpacker asal Niterói, Brasil. Ia dikenal aktif melakukan perjalanan keliling Asia Tenggara sejak awal 2025 dan sering membagikan dokumentasi petualangannya melalui media sosial. Juliana sangat mencintai alam dan gemar mendaki gunung, termasuk keindahan Gunung Rinjani yang menjadi salah satu destinasi favoritnya di Indonesia.
Tragisnya, petualangan Juliana berakhir di Gunung ini, saat ia mengalami kecelakaan fatal yang memakan nyawanya. Kejadian ini menjadi pengingat bagi para pendaki akan pentingnya kesiapan dan kewaspadaan saat menjelajah medan ekstrim.
Refleksi dan Harapan
Tragedi pendaki Brasil di Gunung Rinjani ini menjadi perhatian global sekaligus pelajaran berharga. Tim SAR yang berjuang di medan sulit dan cuaca buruk telah menunjukkan dedikasi tinggi meski menghadapi banyak kendala teknis dan alam. Masyarakat juga diajak untuk meningkatkan kesadaran tentang keselamatan pendakian gunung.
Kematian Juliana Marins menjadi peringatan bahwa alam, meski indah dan menantang, bisa menjadi sangat berbahaya jika kita tidak siap dan berhati-hati. Semoga kejadian ini memicu perbaikan sistem evakuasi, komunikasi, dan regulasi pendakian agar musibah serupa tidak terulang.
Kesimpulan
Insiden jatuh dan meninggalnya pendaki Brasil ini adalah tragedi memilukan yang menyoroti tantangan operasi pencarian dan evakuasi di medan ekstrem. Tim SAR telah bekerja keras menghadapi rintangan cuaca dan medan, meskipun banyak kritik dari keluarga dan publik Brasil mengenai respons penyelamatan.
Kisah ini mengingatkan seluruh pendaki akan pentingnya persiapan dan kehati-hatian serta perlunya peningkatan sistem keselamatan gunung di Indonesia.
Baca Juga : Riam Pangar, Tragis 2 Remaja Asal Sambas Tewas Tenggelam di Air Terjun