Agnez Mo Soroti Sikap Anggota DPR yang Merendahkan

oleh
Agnez Mo

Jakarta — Penyanyi Agnez Mo menyuarakan kritik keras terhadap perilaku anggota DPR, terutama terkait gelombang unjuk rasa yang terjadi sejak pekan lalu. Dalam unggahan di Instagram Story, Agnez menyoroti kurangnya empati dan kemampuan komunikasi publik para wakil rakyat yang, menurutnya, seharusnya menjadi jembatan antara pemerintah dan masyarakat.

Kritik Agnez Mo: Komunikasi Lemah, Empati Rendah

Menurut Agnez, anggota DPR memiliki tanggung jawab untuk berkomunikasi secara bijak dan menyatukan masyarakat. Namun, yang ia lihat justru sebaliknya. Banyak anggota dewan berbicara dengan nada merendahkan dan memecah belah.”Semuanya berawal dari EQ yang rendah, cara berbicara yang memecah belah dan merendahkan, serta minim empati,” tulis Agnez dalam unggahannya pada Selasa (2/9).

Lebih lanjut, Agnez menegaskan bahwa pemimpin yang baik perlu mengedepankan kecerdasan emosional dan integritas, bukan sekadar mengejar gelar akademik.. Ia mendorong para wakil rakyat untuk menunjukkan sikap solutif, serta tidak menjadikan jabatan sebagai alat dominasi atas rakyat.

Agnez Mo Ceritakan Pengalaman Pribadi

Selain menyampaikan kritik, Agnez juga membagikan pengalaman pribadinya. Dalam unggahan yang sama, ia menceritakan interaksinya dengan seorang anggota DPR yang, menurutnya, meremehkan pandangannya hanya karena ia belum bergelar S3.”Aku mengalaminya sendiri. Beberapa bulan lalu, seorang anggota DPR dengan enteng bilang, ‘Kalau belum S3 ya enggak usah ngomong soal isu ini.'”

Pernyataan itu membuat Agnez kecewa. Ia menilai bahwa sikap elitis semacam ini mencerminkan kurangnya empati dan bertentangan dengan nilai-nilai pelayanan publik.

Kepemimpinan Sejati: Melayani, Bukan Mengekang

Di sisi lain, Agnez Mo menyoroti pentingnya kepemimpinan yang berakar pada empati dan integritas. Menurutnya, pemimpin sejati tidak cukup hanya memiliki kecerdasan intelektual. Pemimpin juga harus menunjukkan empati dan membawa visi yang benar-benar berpihak pada rakyat.”Kepemimpinan sejati menuntut keberanian untuk melayani seluruh rakyat. Bukan hanya untuk orang-orang yang setuju denganmu, dan jelas bukan untuk memuaskan ego pribadi,” ujarnya.

Oleh karena itu, ia mengajak para pemimpin untuk menciptakan suasana damai, serta menghindari ujaran atau sikap yang memecah belah.

Baca Juga: Agnes Monica: Peran Antagonis di The Reacher Musim Keempat

Latar Belakang Aksi Demonstrasi: Suara Publik yang Tak Bisa Diabaikan

Sejak 25 Agustus, gelombang demonstrasi melanda berbagai kota di Indonesia. Aksi ini dipicu oleh kebijakan tunjangan mewah bagi anggota DPR yang dianggap tidak masuk akal. Selain itu, banyak pernyataan anggota dewan yang dinilai tidak sensitif terhadap penderitaan rakyat, memperburuk ketegangan sosial.

Sebagai pemicu utama, insiden meninggalnya Affan Kurniawan pada 28 Agustus memperdalam kemarahan publik. Sejak saat itu, berbagai kelompok sipil mulai menyuarakan serangkaian tuntutan, di antaranya:

  • Reformasi kepolisian dan pembentukan tim independen untuk mengusut kematian Affan

  • Penghentian kriminalisasi terhadap demonstran

  • Transparansi anggaran dan evaluasi tunjangan DPR

  • Pemecatan kader partai yang mengeluarkan pernyataan tidak etis

  • Dialog terbuka antara DPR, mahasiswa, dan masyarakat sipil

Selain itu, masyarakat juga mendesak penghentian tindakan represif aparat, penegakan hak asasi manusia, serta perlindungan bagi buruh dari PHK massal dan jaminan upah yang layak.

Respons DPR: Evaluasi Tunjangan dan Sanksi Politik

Sebagai hasil dari tekanan publik yang terus meningkat, tujuh fraksi di DPR—yakni PDIP, Gerindra, PAN, Golkar, NasDem, PKB, dan PKS—akhirnya menyatakan kesediaan mereka untuk mengevaluasi tunjangan anggota dewan. Pernyataan tersebut disampaikan pada 31 Agustus sebagai bentuk tanggung jawab politik.

Tidak hanya itu, sejumlah partai juga mengambil langkah tegas terhadap anggotanya yang mengeluarkan pernyataan kontroversial. Mereka telah menonaktifkan beberapa anggota sebagai berikut:

  • Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari NasDem

  • Uya Kuya dan Eko Patrio dari PAN

  • Adies Kadir dari Golkar

Langkah ini, menurut pengamat politik, menunjukkan adanya upaya dari partai-partai tersebut untuk menjaga kredibilitas di tengah sorotan publik.

No More Posts Available.

No more pages to load.