Bank Indonesia Pangkas BI-Rate, Sinyal Positif untuk Perekonomian?

oleh
Bank Indonesia

Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) pada Selasa (17/9) resmi memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan atau BI-Rate. Sebesar 25 basis poin. Menjadi 4,75%. BI mengambil keputusan ini sebagai langkah proaktif untuk menstimulasi pertumbuhan ekonomi domestik di tengah kondisi inflasi yang terkendali dan stabilitas nilai tukar Rupiah yang semakin kuat. Penurunan suku bunga ini memberikan sinyal kuat bagi perbankan nasional untuk mengikutinya dengan menurunkan suku bunga kredit, sehingga mendorong konsumsi dan investasi.

Keputusan Yang Diambil Sudah Melewati Kajian Mendalam

Dalam konferensi pers virtual, Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan bahwa timnya mengambil keputusan ini setelah melakukan kajian mendalam terhadap kondisi ekonomi global dan domestik terkini. “Kami melihat inflasi terus bergerak dalam target kami. Di sisi lain, prospek ekonomi global masih menghadapi ketidakpastian, sehingga kami menilai sudah waktunya memberikan stimulus dari sisi moneter agar perekonomian domestik bisa tumbuh lebih kencang,” jelas Perry. BI pertama kali menurunkan BI-Rate setelah sebelumnya mempertahankan suku bunga untuk menjaga stabilitas makroekonomi.

Pelaku pasar dan ekonom menyambut positif keputusan BI untuk menurunkan suku bunga. Banyak yang menilai langkah ini berani namun tepat waktu. Seorang analis dari firma riset ekonomi terkemuka, misalnya, menyebutkan bahwa langkah ini akan memberikan ruang bagi sektor riil untuk bangkit. “Dengan BI-Rate yang lebih rendah, biaya pinjaman akan ikut turun. Ini sangat membantu dunia usaha, terutama UMKM, untuk mendapatkan modal kerja atau berinvestasi dalam ekspansi bisnis,” ujarnya. Kita berharap dampaknya akan terasa dalam beberapa bulan ke depan, terutama pada sektor-sektor yang sensitif terhadap suku bunga, seperti properti, otomotif, dan industri manufaktur.

Dampak Pada Nilai Tukar Rupiah

Di sisi lain, penurunan suku bunga acuan juga berpotensi memengaruhi nilai tukar Rupiah. Suku bunga yang lebih rendah dapat membuat instrumen investasi berbasis Rupiah menjadi kurang menarik bagi investor asing. Hal ini berpotensi memicu keluarnya modal asing (capital outflow) dan menekan nilai mata uang domestik. Namun, Bank Indonesia optimistis mereka dapat mengelola dampak ini dengan baik. “Kami akan terus memantau pergerakan nilai tukar Rupiah dan siap melakukan intervensi jika diperlukan. Kami yakin fundamental ekonomi Indonesia yang solid dan cadangan devisa yang kuat akan menjadi bantalan yang efektif,” tambah Gubernur Perry.

Bank Indonesia berharap penurunan BI-Rate ini dapat menjadi katalisator bagi pemerintah untuk melaksanakan kebijakan fiskalnya. Sinergi antara kebijakan moneter yang longgar dan kebijakan fiskal yang ekspansif dapat menciptakan dorongan ganda bagi perekonomian. Dengan biaya pinjaman yang lebih murah, pemerintah juga bisa menerbitkan obligasi dengan kupon yang lebih rendah untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur strategis, yang pada akhirnya akan menciptakan lapangan kerja dan menggerakkan roda perekonomian.

Baca Juga : Catat! Besok Penawaran IPO EMAS, 4 Sekuritas Kini Ikut Gabung

Secara keseluruhan, langkah Bank Indonesia menurunkan BI-Rate mencerminkan optimisme bank sentral terhadap kondisi makroekonomi Tanah Air. Keputusan ini menunjukkan bahwa BI tidak hanya berfokus pada stabilitas, tetapi juga pada pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Meskipun tantangan eksternal masih ada, langkah ini diharapkan dapat menyuntikkan energi baru bagi perekonomian nasional. Pada akhirnya, ini akan memberi manfaat langsung bagi masyarakat luas, baik melalui kemudahan akses kredit maupun penciptaan lapangan kerja. Dengan BI-Rate di level 4,75%, semua pihak kini menanti bagaimana pasar merespons dan bagaimana perbankan menindaklanjuti keputusan ini dengan penyesuaian suku bunga mereka.