Jakarta — Sejumlah studio dan organisasi perfilman ternama di Inggris menerima surat peringatan hukum. Ini terjadi setelah mereka ikut serta dalam gerakan boikot Netflix terhadap lembaga-lembaga film Israel. Organisasi ini di anggap terlibat dalam genosida di Gaza.
Langkah boikot ini muncul di tengah meningkatnya aksi kekerasan di Gaza. Gerakan ini dianggap sebagai bentuk solidaritas terhadap rakyat Palestina. Gerakan tersebut terinspirasi oleh Filmmakers United Against Apartheid pada tahun 1987. Ini adalah inisiatif yang menekan industri film Amerika Serikat agar menolak distribusi film di Afrika Selatan saat rezim apartheid.
Surat Peringatan dari U.K. Lawyers for Israel
Menurut laporan Variety (Senin, 13 Oktober), kelompok hukum U.K. Lawyers for Israel memperingatkan bahwa aksi boikot netflix ini berpotensi melanggar hukum. Khususnya, mereka menekankan pada Undang-Undang Kesetaraan 2010 (Equality Act 2010) yang melindungi warga dari tindakan diskriminatif.
Surat tersebut di kirim kepada sejumlah raksasa industri hiburan, termasuk Netflix, Disney, Amazon Studios, Apple, dan Warner Bros. Discovery cabang Inggris. Selain itu, lembaga penyiaran nasional seperti BBC, Film4, dan ITV juga menerima surat yang sama.
Peringatan serupa juga di tujukan kepada organisasi film seperti British Film Institute (BFI), Pact, dan agensi Curtis Brown. Selain itu, United Agents, Bectu, dan Equity juga menerima peringatan.
Risiko Hukum dan Finansial bagi Studio
Dalam surat tersebut di jelaskan bahwa tindakan boikot netflix berdasarkan etnis, agama, atau kebangsaan bertentangan dengan hukum Inggris. “Jika industri televisi dan film Inggris berkolusi dalam praktik diskriminatif semacam ini, organisasi terkait bisa di nyatakan melanggar hukum,” tulis peringatan itu.
Surat tersebut juga menyoroti bahaya preseden hukum yang mungkin tercipta. “Hal ini dapat melegitimasi pengecualian individu atau lembaga hanya karena kebangsaan, etnis, atau agama mereka,” lanjutnya.
Lebih lanjut, pelanggaran terhadap Undang-Undang Kesetaraan dapat memicu konsekuensi serius. Mulai dari risiko litigasi, pembatalan polis asuransi, hingga penarikan dana publik. Sebab, lembaga pendanaan seperti BFI mewajibkan kepatuhan penuh terhadap undang-undang tersebut.
Baca Juga: Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa Berkomitmen Jaga Defisit
Klaim dan Perdebatan di Kalangan Aktivis Film
Gerakan Film Workers for Palestine, penggagas kampanye boikot netflix ini, menyatakan bahwa aksi mereka menargetkan lembaga film yang langsung terhubung dengan pemerintah Israel, bukan individu. Mereka juga menegaskan bahwa kebijakan boikot tidak berlaku bagi warga Israel-Palestina. Ini di lakukan sambil tetap memperhatikan “pedoman sensitif konteks.”
Namun, menurut isi surat peringatan, kebijakan boikot yang di lakukan secara selektif tetap bisa di anggap diskriminatif. Tindakan semacam ini di sebut “secara kuat menunjukkan dasar etnis dan agama” dalam penerapannya.
Potensi Dampak pada Karier dan Produksi
U.K. Lawyers for Israel juga menegaskan bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam mendorong boikot bisa ikut bertanggung jawab secara hukum. “Aktor, produser, agen, manajer, perusahaan produksi, atau siapa pun yang menginstruksikan atau membantu pelaksanaan boikot netflix dapat di kenai tanggung jawab hukum,” bunyi surat tersebut.
Dengan risiko hukum dan finansial yang besar, kontroversi ini menempatkan industri perfilman Inggris di persimpangan. Mereka harus memilih antara solidaritas kemanusiaan dan kepatuhan hukum nasional.






