Bos Danantara Menilai Kinerja Bank BUMN Indonesia

oleh
bos danantara akan mensurvei atau menilai kinerja seluruh kerjaan bank BUMN

Jakarta — Chief Investment Officer (CIO) Bos Danantara, Pandu Sjahrir, menilai kinerja sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Indonesia masih tertinggal dari perusahaan sejenis di kawasan Asia Tenggara (ASEAN). Ia menegaskan perlunya transformasi besar-besaran agar BUMN mampu bersaing di level regional hingga global.

Bank Mandiri dan BNI Masih Tertinggal dari DBS Singapura

Dalam acara “1 Tahun Pemerintahan Prabowo–Gibran: Optimism on 8% Economic Growth” di Jakarta Selatan, Kamis (16/10), Pandu mencontohkan kinerja dua bank pelat merah terbesar di Indonesia, Bank Mandiri dan Bank Negara Indonesia (BNI).

Menurutnya, meskipun kedua bank tersebut sudah tergolong besar di dalam negeri, secara kapitalisasi pasar keduanya masih kalah jauh di bandingkan DBS Singapura.

“Mandiri dan BNI digabung saja, nilai kapitalisasi pasarnya belum sampai setengah dari DBS. Padahal, Singapura hanya memiliki enam juta penduduk dengan market cap DBS mencapai 110 miliar dolar AS,” ujar Pandu. Fakta tersebut, menjadi alarm bagi BUMN Indonesia untuk segera berbenah agar tidak terus tertinggal dalam kompetisi regional.

Bos Danantara Didorong Jadi Motor Transformasi BUMN

Pandu menegaskan, keberadaan bos Danantara sebagai badan baru di bawah arahan Presiden Prabowo Subianto memiliki peran penting dalam mendorong reformasi BUMN. “Kalau di Indonesia mungkin besar, tapi di tingkat regional belum. Presiden ingin ekonomi tumbuh 8 persen, bahkan masuk jajaran G7. Untuk itu, BUMN harus naik kelas dan bersaing di level global,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa visi Danantara sejalan dengan ambisi pemerintah menjadikan Indonesia sebagai kekuatan ekonomi dunia, bukan sekadar pemain domestik.

Pertamina Kalah Produksi dari Petronas

Selain sektor perbankan bos Danantara memantau, Pandu juga menyoroti kinerja BUMN energi, khususnya PT Pertamina (Persero). Ia membandingkan kemampuan produksi minyak Pertamina dengan Petronas asal Malaysia yang kini jauh lebih unggul.

“Pertamina memproduksi sekitar 800 ribu barel per hari. Padahal dulu Petronas belajar dari kita, tapi sekarang produksinya 2,5 juta barel per hari,” ujarnya. Menurut Pandu, perbedaan besar ini menunjukkan perlunya perubahan strategi agar Pertamina bisa bersaing secara global. “Kompetisinya bukan lagi di Indonesia, tapi di dunia,” tegasnya.

Baca juga: Pramono Anung Tidak Beri Izin Atlet Israel ke Jakarta

Garuda Indonesia Perlu Paradigma Baru

Bos Danantara juga menyinggung PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, yang kinerjanya masih kalah di bandingkan maskapai internasional lain seperti Air New Zealand.

Sebagai langkah pembenahan, Garuda telah menunjuk dua direksi asing, yakni Neil Raymond Nills sebagai Direktur Transformasi dan Balagopal Kunduvara sebagai Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko.

“Banyak maskapai besar seperti Emirates punya direksi mayoritas asing. Air New Zealand bahkan mencetak laba dua kali lipat dari Garuda. Jadi, kita perlu membawa paradigma baru, bukan hanya melihat ke dalam, tapi juga keluar,” kata Pandu.

Mencetak “Global Champion” dari BUMN Indonesia

Bos Danantara itu menegaskan pentingnya perubahan mindset dan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) di lingkungan BUMN. “Kita ingin Mandiri bersaing global, Pertamina jadi pemain terbesar di sektor energi. Kalau tidak berubah, pasar yang akan memaksa kita berubah,” ujarnya.

Pandu menambahkan bahwa Danantara akan memetakan lebih dari 1.000 perusahaan untuk melihat mana yang berpotensi menjadi “global champion”.

“Perusahaan yang potensial akan kita dorong. Yang belum jadi perusahaan nasional besar akan kita bantu tumbuh. Namun jika tidak bisa berkembang, kemungkinan akan kita merger atau bahkan tutup,” tegasnya.

No More Posts Available.

No more pages to load.