Belakangan ini, jagat maya dihebohkan dengan kedekatan aktor tampan Jefri Nichol dan selebgram asal Malaysia, Ameera Khan. Banyak komentar warganet yang menyebut Jefri “bucin” alias budak cinta. Istilah ini memang tak asing lagi di telinga kaum muda, menggambarkan seseorang yang terlalu tergila-gila atau sangat patuh pada pasangannya. Tapi, seberapa jauh sih “bucin” itu sehat? Dan di mana batas wajarnya agar hubungan tetap seimbang dan sehat?
Apa Itu “Bucin”? Sejarah dan Perkembangannya
Istilah ini mulai populer di media sosial sekitar tahun 2018-2019 dan cepat menyebar di kalangan anak muda. Awalnya, istilah ini cenderung bernuansa negatif atau candaan, merujuk pada seseorang yang rela melakukan apa saja demi pasangannya, bahkan hingga mengorbankan diri sendiri, hobi, atau teman-temannya.
Stereotip berikut sering menggambarkan pribadi yang selalu menuruti keinginan pasangan, merasa tidak berdaya tanpa pasangan, atau bahkan mengabaikan diri sendiri demi kebahagiaan sang kekasih.
Namun, seiring waktu, makna “bucin” juga berubah. Bagi sebagian orang, “bucin” menandakan bentuk ekspresi cinta yang mendalam, kesetiaan, dan dedikasi terhadap pasangan. Orang bisa mengekspresikannya dengan memberikan perhatian lebih, sering memuji, atau menunjukkan keromantisan yang intens. Dalam konteks ini, banyak orang menilai bucin sebagai hal yang manis dan bahkan diinginkan dalam hubungan.
Ketika “bucin” dianggap sebagai ekspresi cinta yang positif, beberapa indikator bisa terlihat:
-
Prioritas Bersama: Pasangan memprioritaskan satu sama lain, bukan hanya satu pihak yang selalu mengalah. Mereka bersedia berkorban dan berkompromi demi kebaikan bersama.
-
Perhatian dan Afeksi: Pasangan menampilkan perhatian, kasih sayang, dan afeksi melalui pujian, hadiah kecil, atau sekadar pesan penyemangat.
-
Dukungan Penuh: Pasangan mendukung impian, karier, dan minat masing-masing, membentuk tim yang saling menguatkan.
-
Keinginan untuk Menyenangkan: Pasangan ingin membuat satu sama lain bahagia, tetapi tetap menjaga diri sendiri dan nilai-nilai pribadi.
-
Keterbukaan dan Komunikasi: Bucin yang sehat melibatkan komunikasi terbuka, sehingga kedua pihak merasa nyaman mengungkapkan perasaan dan kebutuhan.
Dalam kasus Jefri Nichol dan Ameera Khan, interaksi mereka di media sosial menunjukkan bentuk bucin yang manis karena menampilkan perhatian dan kebersamaan yang natural.
Baca Juga: Bela Palestina: Warga Demo Mendesak Pemerintah RI di Monas!
Batas Wajar : Kapan Harus Waspada?
Meskipun “bucin” terdengar romantis, setiap orang perlu mengenali batas wajar agar perilaku ini tidak menjadi tidak sehat dan merugikan:
-
Kehilangan Diri Sendiri: Jika Anda mulai mengabaikan hobi, teman, keluarga, atau tujuan hidup demi pasangan, ini menjadi tanda bahaya. Hubungan yang sehat harus mendukung pertumbuhan individu, bukan membatasinya.
-
Ketergantungan Berlebihan: Merasa tidak bisa berfungsi atau tidak bahagia tanpa pasangan menandakan ketergantungan emosional yang tidak sehat. Setiap orang butuh ruang dan kemandirian.
-
Mengabaikan Nilai Diri: Menuruti pasangan sampai mengorbankan prinsip sendiri adalah red flag.
-
Kontrol dan Posesif: Ketika “bucin” memicu perilaku kontrol, cemburu berlebihan, atau posesif terhadap pasangan, ini bisa menandai awal hubungan toxic. Cinta sejati harus membebaskan, bukan membelenggu.
-
Finansial: Menguras keuangan pribadi demi pasangan tanpa pertimbangan matang atau karena paksaan adalah bentuk “bucin” yang tidak wajar dan berbahaya.
-
Membenarkan Perilaku Buruk Pasangan: Jika Anda membela atau memaklumi tindakan buruk pasangan—misalnya kasar atau tidak sopan—hanya karena terlalu mencintainya, ini menunjukkan hilangnya objektivitas dan harga diri.
Kunci hubungan yang langgeng dan bahagia bukanlah seberapa “bucin” Anda, melainkan seberapa seimbang, saling menghargai, dan mendukung hubungan itu. Dalam takaran yang tepat, bucin bisa menjadi bumbu manis yang memperkuat ikatan cinta. Namun, ketika berlebihan, ia bisa mengikis identitas diri dan merusak keharmonisan hubungan.
Amati interaksi publik selebriti seperti Jefri Nichol dan Ameera Khan yang terlihat manis, tetapi ingatlah bahwa setiap hubungan memiliki dinamikanya sendiri. Kita perlu memahami arti sebenarnya dan mengenali batas wajar agar tercipta hubungan yang sehat dan bahagia.
