Di tengah perdebatan global tentang keseimbangan antara waktu belajar dan kesejahteraan siswa, beberapa negara menonjol karena komitmen luar biasa mereka terhadap pendidikan. Komitmen ini tercermin dalam durasi sekolah terlama di dunia. Mengejutkan, lima negara teratas yang mengharuskan siswanya menghabiskan waktu terlama di institusi pendidikan formal semuanya berasal dari benua Asia. Ini menunjukkan filosofi dan pendekatan unik terhadap pembelajaran yang tertanam kuat dalam budaya mereka.
Komitmen ini bukan hanya tentang jam pelajaran di kelas. Itu juga mencakup kegiatan ekstrakurikuler wajib, sesi belajar tambahan, dan bimbingan belajar privat yang menjadi bagian tak terpisahkan dari jadwal harian siswa. Keyakinan mendalam bahwa waktu belajar yang lebih banyak akan menghasilkan prestasi akademik yang lebih tinggi dan peluang hidup yang lebih baik menjadi pendorong utama di balik durasi sekolah yang intensif ini.
Sistem Pendidikan Asia: Studi Kasus di Lima Negara
Mari kita selami lebih dalam lima negara Asia ini yang memimpin dalam durasi sekolah terlama.
1. Tiongkok (China): Tekanan Kompetisi Tiada Henti
Tiongkok, raksasa ekonomi Asia, juga dikenal dengan sistem pendidikannya yang sangat kompetitif dan menuntut. Siswa di Tiongkok menghabiskan rata-rata 10 hingga 12 jam sehari di sekolah. Ini termasuk jam pelajaran reguler, sesi belajar mandiri di bawah pengawasan guru, dan berbagai kegiatan ekstrakurikuler yang sering kali bersifat wajib. Di banyak sekolah, terutama di kota-kota besar seperti Beijing atau Shanghai, hari sekolah bisa dimulai seawal pukul 7 pagi dan baru berakhir pada pukul 9 atau bahkan 10 malam.
Baca Juga : Rp70 Miliar Proyek Pelebaran Jalan, Solusi Kemacetan Sawangan
Faktor utama di balik durasi ekstrem ini adalah tekanan untuk berhasil dalam ujian masuk universitas yang sangat selektif, yang dikenal sebagai Gaokao. Ujian ini dianggap penentu utama masa depan seorang siswa. Akibatnya, banyak siswa juga menghadiri bimbingan belajar tambahan (cram schools) setelah jam sekolah. Mereka ingin memperdalam materi dan mengasah kemampuan mengerjakan soal. Lingkungan yang sangat kompetitif ini menanamkan etos kerja keras dan ketekunan sejak usia dini.
2. Korea Selatan: Budaya Hagwon yang Mendominasi
Korea Selatan adalah salah satu negara dengan tingkat literasi dan inovasi tertinggi di dunia. Ini sebagian besar berkat sistem pendidikannya yang luar biasa ketat. Siswa di Korea Selatan terkenal menghabiskan waktu sangat panjang di sekolah. Hari sekolah formal biasanya berakhir sekitar pukul 4 atau 5 sore, tetapi sebagian besar siswa tidak langsung pulang. Mereka segera melanjutkan ke “hagwon“—akademi bimbingan belajar privat yang sangat populer. Di sana, mereka bisa belajar hingga pukul 10 malam, 11 malam, atau bahkan tengah malam.
Budaya “hagwon” ini adalah fenomena unik yang menunjukkan dedikasi tak tergoyahkan terhadap pendidikan. Orang tua rela mengeluarkan banyak uang untuk memastikan anak-anak mereka mendapat pelajaran tambahan di hampir semua mata pelajaran, mulai dari matematika dan sains hingga bahasa Inggris dan seni. Tekanan untuk masuk ke universitas top dan mendapatkan pekerjaan stabil mendorong siklus belajar tak ada habisnya ini. Meskipun berhasil menciptakan lulusan yang sangat berkualitas, sistem ini juga memicu kekhawatiran tentang stres dan kesehatan mental siswa.
Pilihan Pendidikan dan Budaya Belajar
Sistem pendidikan Asia tidak hanya mengandalkan jam belajar di sekolah formal. Mereka juga sangat bergantung pada kegiatan di luar jam pelajaran resmi.
3. Jepang: Keseimbangan antara Akademik dan Klub
Jepang memiliki budaya pendidikan yang menghargai ketelitian, disiplin, dan kerja keras. Durasi sekolah reguler di Jepang biasanya dari pukul 8:30 pagi hingga 3:30 sore. Namun, cerita tidak berhenti di situ. Setelah jam sekolah formal berakhir, banyak siswa berpartisipasi dalam berbagai kegiatan klub yang intensif. Kegiatan klub ini sering berlangsung hingga pukul 6 atau 7 malam dan dianggap sebagai bagian penting dari perkembangan holistik siswa.
Selain itu, banyak siswa juga menghadiri “juku“—sekolah persiapan atau bimbingan belajar—untuk memperdalam materi pelajaran atau mempersiapkan ujian masuk sekolah menengah atas dan universitas. “Juku” ini bisa berlangsung hingga malam hari, menambah durasi belajar siswa secara signifikan. Pendekatan Jepang menekankan tidak hanya pengetahuan akademik tetapi juga pengembangan karakter dan keterampilan sosial melalui kegiatan di luar kurikulum formal.
4. Singapura: Efisiensi dan Ketatnya Persaingan
Singapura, meskipun merupakan negara kecil, memiliki sistem pendidikan yang sangat efisien, berorientasi pada hasil, dan sangat kompetitif. Jam sekolah di Singapura cukup padat, umumnya dari pukul 7:30 pagi hingga 2 atau 3 sore, tergantung pada jenjang dan mata pelajaran. Namun, durasi belajar siswa menjadi panjang karena adanya sesi bimbingan belajar tambahan yang seringkali terintegrasi di sekolah, les privat di luar sekolah, dan volume pekerjaan rumah yang substansial.
Pemerintah Singapura sangat mendukung lingkungan belajar yang menantang dan kompetitif. Mereka ingin memastikan siswa siap menghadapi tantangan ekonomi global. Ada penekanan kuat pada mata pelajaran inti seperti matematika, sains, dan bahasa Inggris. Keberhasilan dalam ujian nasional, terutama Primary School Leaving Examination (PSLE), sangat menentukan jalur pendidikan siswa selanjutnya. Ini mendorong siswa dan orang tua untuk menginvestasikan banyak waktu dan energi dalam belajar.
5. Taiwan: Budaya Buxiban yang Mirip Korea Selatan
Taiwan memiliki banyak kemiripan dengan Tiongkok dan Korea Selatan dalam hal pendekatan pendidikannya, dengan penekanan kuat pada prestasi akademik. Durasi sekolah formal di Taiwan bisa berlangsung dari pagi hingga sore hari. Namun, seperti Korea Selatan, fenomena “buxiban” (sering disebut juga cram schools) sangat umum dan menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan siswa.
Setelah jam sekolah reguler berakhir, banyak siswa, terutama di jenjang menengah, langsung menuju “buxiban” ini untuk mendapatkan pelajaran tambahan dan persiapan ujian. Mereka bisa menghabiskan waktu hingga larut malam di tempat ini. Tekanan dari ujian masuk yang kompetitif dan harapan orang tua yang tinggi mendorong siswa untuk terus belajar di luar jam sekolah formal. Sistem ini menghasilkan siswa yang sangat berpengetahuan, tetapi juga memicu diskusi tentang dampaknya pada keseimbangan hidup dan kesehatan mental anak-anak.
Perdebatan dan Masa Depan Durasi Sekolah Terlama
Durasi sekolah terlama di negara-negara Asia ini mencerminkan filosofi bahwa ketekunan, disiplin, dan investasi waktu yang besar dalam belajar adalah fondasi utama menuju keberhasilan. Meskipun metode ini telah terbukti menghasilkan angka literasi dan prestasi akademik yang luar biasa tinggi di tingkat internasional, ia juga memicu perdebatan serius.
Pertanyaan yang tersisa adalah: apakah model ini berkelanjutan dalam jangka panjang, dan apa harga yang harus dibayar oleh generasi muda demi kesuksesan akademik?







