BANDUNG – Di balik riuh rendah kehidupan kota, sebuah tabir kejahatan “Penjualan Bayi” yang paling kelam dan tak terperi kemanusiaannya berhasil disingkap oleh jajaran Direktorat Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Barat.
Sebuah sindikat terorganisir yang menjadikan penjualan bayi sebagai komoditas, memperdagangkan nyawa-nyawa tak berdosa dari Indonesia hingga ke Singapura, kini telah lumpuh. Kongsi gelap ini tega membanderol setiap malaikat kecil dengan harga yang tak seberapa, menukar masa depan seorang anak dengan beberapa lembar rupiah.
Dalam konferensi pers yang digelar pada Selasa (15/7), Direktur Kriminal Umum Polda Jawa Barat, Kombes Pol Surawan, membeberkan fakta yang mengiris hati. Para pelaku, yang kini telah mendekam di balik jeruji besi, mengakui bahwa setiap penjualan bayi yang berhasil mereka kirim ke negara tetangga dihargai dengan nominal yang mengerikan karena kerendahannya.
“Mahar yang mereka terima dari ibu kandung berkisar antara Rp11.000.000 hingga Rp16.000.000,” ungkap Kombes Pol Surawan. Sebuah nilai yang ironisnya setara dengan harga sebuah gawai kelas menengah, namun dipertaruhkan untuk nasib seorang manusia seutuhnya.
“Penjualan Bayi” malang tersebut, setelah melewati perjalanan panjang dan penuh risiko, akan langsung diserahkan kepada para “pemesan” di Singapura, yang berkedok sebagai orang tua adopsi. Praktik biadab ini, menurut pengakuan para tersangka, telah mereka jalankan secara sistematis sejak tahun 2023. Diperkirakan, sebanyak 24 nyawa mungil telah menjadi korban dari perdagangan manusia lintas negara ini.
“Kami tidak akan berhenti di sini. Langkah selanjutnya adalah berkoordinasi erat dengan Interpol untuk menelusuri jejak jaringan ini hingga ke Singapura. Penyelidikan ini masih terus kami kembangkan secara mendalam,” tegas Surawan, mengisyaratkan bahwa perburuan belum akan usai.
Baca juga : Lonjakan Kasus HIV/AIDS: Mengerikan Kebijakan Trump
Modus Operandi Keji “Penjualan Bayi”: Dari Buaian hingga Paksaan
Jaringan kriminal ini tidak hanya beroperasi dengan satu cara. Kombes Pol Surawan menjelaskan bahwa sumber mereka mendapatkan bayi-bayi tersebut berasal dari dua skenario yang sama-sama menyedihkan. Penjualan bayi didapat dari para ibu yang, dengan dalih himpitan ekonomi atau alasan lain, diklaim “sukarela” menyerahkan buah hatinya.
Namun, modus yang lebih mengerikan adalah perampasan paksa atau penculikan. Sindikat ini bahkan telah mengidentifikasi target mereka sejak janin masih berada di dalam kandungan. “Mereka sudah memesan bayi sejak dalam kandungan.
Seluruh biaya persalinan ditanggung oleh sindikat, dan begitu lahir, transaksi penjualan bayi direnggut dari ibunya untuk diserahkan kepada para pelanggan,” jelas Surawan.
Operasi senyap kepolisian ini mencapai puncaknya pada Senin (14/7) malam. Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Hendra Rochmawan, mengumumkan keberhasilan timnya dalam sebuah operasi penyelamatan dramatis. Enam bayi yang sedang dalam proses transit di Pontianak untuk diselundupkan ke Singapura berhasil diamankan. Bersamaan dengan itu, 12 tersangka utama yang merupakan roda penggerak sindikat ini berhasil diciduk.
“Pada malam ini, Ditreskrimum Polda Jabar telah berhasil mengamankan sebuah jaringan human trafficking. Jumlah tersangka yang kami amankan cukup signifikan, yaitu 12 orang. Dan yang paling melegakan, kami berhasil menyelamatkan enam korban balita,” tutur Kombes Pol Hendra di Mapolda Jabar.
Organisasi Kriminal dengan Peran Terstruktur
Kombes Pol Hendra lebih lanjut menguraikan bahwa sindikat ini bergerak layaknya sebuah perusahaan ilegal dengan pembagian tugas yang sangat rapi. Setiap anggota memiliki peran spesifik yang memastikan seluruh rantai perdagangan berjalan mulus.
“Para tersangka yang kami bekuk ini memiliki peran yang berbeda-beda dan saling terkait,” katanya. “Ada yang bertugas sebagai perekrut awal di lapangan, mencari calon ibu yang rentan. Ada yang berperan sebagai perawat sementara bagi bayi-bayi setelah direbut. Ada pula yang menjadi eksekutor transaksi, bahkan ada tim khusus yang mengurus bayi sejak dalam kandungan, menyediakan rumah penampungan, memalsukan dokumen-dokumen vital seperti akta lahir dan paspor, hingga akhirnya kurir yang bertugas mengirimkan ‘paket berharga’ ini ke Singapura.”
Dalam penangkapan tersebut, polisi tidak hanya mengamankan para pelaku, tetapi juga menyita sejumlah besar barang bukti krusial. “Kami juga menyita barang bukti berupa surat-surat, identitas palsu, paspor, bahkan dokumen kepemilikan identitas asli dari para korban yang dipalsukan,” tambah Hendra.
Pengungkapan kasus ini menjadi pengingat pahit tentang betapa rentannya anak-anak di hadapan kejahatan terorganisir. Kini, keenam bayi yang berhasil diselamatkan berada dalam perlindungan dan perawatan intensif, sementara pihak kepolisian terus bekerja keras untuk membongkar jaringan ini sampai ke akarnya, berharap dapat menemukan jejak 24 bayi lain yang nasibnya masih menjadi misteri.