Pada tanggal 7 September 1936, di Kebun Binatang Hobart, Tasmania, seekor hewan bernama Benjamin mati dengan tenang. Kematiannya bukan hanya kehilangan satu individu, tetapi juga penanda berakhirnya sebuah spesies. Benjamin adalah Harimau Tasmania terakhir, atau dikenal juga sebagai thylacine (Thylacinus cynocephalus), yang pernah terlihat hidup. Kisah tragisnya adalah pengingat menyakitkan tentang dampak kehancuran habitat dan perburuan tak terkendali yang dapat menyebabkan kepunahan.
Sekilas tentang Harimau Tasmania
Sebelum punah, harimau Tasmania adalah karnivora berkantung terbesar di dunia. Meskipun sering disebut “harimau” karena garis-garis hitam di punggungnya, hewan ini sebenarnya lebih dekat kekerabatannya dengan kanguru dan koala daripada kucing besar. Thylacine memiliki rahang yang bisa terbuka sangat lebar, kantung untuk membawa anak-anaknya, dan ekor kaku yang khas. Mereka pernah tersebar luas di seluruh daratan Australia dan Papua Nugini, namun populasi mereka mulai menurun drastis seiring kedatangan manusia dan dingo. Pada akhirnya, thylacine hanya ditemukan di pulau Tasmania.
Baca Juga : Letusan Dahsyat Gunung Tambora: Bencana Global yang Mengubah Sejarah
Mengapa Mereka Punah? Faktor-faktor di Balik Kehilangan
Kepunahan harimau Tasmania adalah hasil dari kombinasi beberapa faktor yang merugikan:
- Persaingan dengan Dingo: Di daratan Australia, dingo yang diperkenalkan oleh manusia purba menjadi pesaing utama thylacine dalam perebutan sumber daya makanan. Dingo lebih adaptif dan berkembang biak lebih cepat, sehingga secara bertahap mendesak thylacine.
- Perburuan yang Intensif: Setibanya pemukim Eropa di Tasmania pada awal abad ke-19, thylacine dianggap sebagai ancaman serius bagi ternak, terutama domba. Pemerintah kolonial bahkan menawarkan hadiah atau bounty untuk setiap thylacine yang dibunuh, mendorong perburuan besar-besaran. Ribuan hewan ini dibantai tanpa pandang bulu, bahkan ketika jumlah mereka sudah jelas menurun.
- Kehilangan Habitat: Pembukaan lahan untuk pertanian dan permukiman manusia secara drastis mengurangi habitat alami thylacine. Hutan tempat mereka berburu dan berkembang biak ditebang, memaksa mereka ke daerah yang lebih terpencil dan terfragmentasi.
- Penyakit: Ada dugaan bahwa penyakit menular, meskipun tidak terdokumentasi dengan baik, mungkin juga berperan dalam penurunan populasi thylacine, terutama ketika jumlah mereka sudah melemah akibat faktor lain.
Benjamin: Simbol Kepunahan
Benjamin adalah individu terakhir yang diketahui dari spesiesnya. Ia ditangkap di alam liar sekitar tahun 1933 dan dibawa ke Kebun Binatang Hobart. Meskipun usianya tidak diketahui pasti, ia menghabiskan beberapa tahun terakhir hidupnya di penangkaran, menjadi daya tarik utama kebun binatang. Ironisnya, status perlindungan untuk thylacine baru ditetapkan oleh pemerintah Tasmania hanya beberapa bulan sebelum kematian Benjamin, sebuah tindakan yang terlalu terlambat untuk menyelamatkan spesies ini. Kematian Benjamin menjadi sorotan media internasional, secara definitif mengumumkan kepunahan harimau Tasmania.
Warisan Pahit dan Harapan di Tengah Kehilangan
Kisah harimau Tasmania terakhir adalah pengingat yang menyedihkan tentang dampak aktivitas manusia terhadap keanekaragaman hayati. Kepunahan thylacine menjadi studi kasus penting dalam konservasi, menyoroti pentingnya tindakan cepat dan komprehensif untuk melindungi spesies yang terancam punah.
Meskipun thylacine telah tiada, minat terhadap spesies ini tidak pernah padam. Ada berbagai upaya ilmiah, termasuk proyek de-extinction, yang bertujuan untuk menghidupkan kembali harimau Tasmania melalui rekayasa genetika. Meskipun tantangan teknisnya sangat besar, mimpi untuk melihat kembali garis-garis hitam ikonik berkeliaran di Tasmania tetap hidup. Kisah Benjamin, harimau Tasmania terakhir, akan selalu menjadi peringatan akan tanggung jawab kita untuk melestarikan dunia alami bagi generasi mendatang.