Insiden Udara: Jet Tempur China Hadang Pesawat Intel Jepang

oleh -275 Dilihat
Insiden udara jet tempur China JH-7 terbang terlalu dekat dengan pesawat intel Jepang YS-11EB
Sebuah pesawat tempur-pengebom JH-7 China terbang terlalu dekat dengan pesawat pengumpul intelijen YS-11EB milik Pasukan Bela Diri Udara Jepang yang sedang melakukan pengawasan di atas laut lepas di Laut Cina Timur pada 9 Juli 2025

Ketegangan di kawasan Asia Timur kembali meningkat setelah terjadi insiden udara yang melibatkan Jet Tempur China dan Pesawat Intel Jepang di atas wilayah udara internasional Laut China Timur. Insiden ini bukan yang pertama, bahkan tercatat sudah dua kali terjadi dalam waktu berdekatan, memunculkan kekhawatiran atas meningkatnya risiko konflik di kawasan yang sejak lama menjadi titik panas geopolitik antara kedua negara.

Insiden Pertama: Saat Kapal Induk China Bermanuver

Insiden udara pertama terjadi pada pertengahan Juni 2025 ketika dua jet tempur J-15 milik Angkatan Laut China yang lepas landas dari kapal induk Shandong dan Liaoning melakukan manuver dekat pesawat patroli P-3C Orion milik Pasukan Bela Diri Jepang. Kedua pesawat militer Jepang tengah menjalankan misi pengawasan rutin di atas perairan internasional dekat wilayah yang diklaim sebagai zona pertahanan udara (ADIZ) oleh China.

Menurut laporan Kementerian Pertahanan Jepang, Jet Tempur China mendekati pesawat Jepang pada jarak yang tidak aman, antara 45 hingga 150 meter. Interaksi di udara itu berlangsung selama 40 hingga 80 menit—durasi yang sangat lama untuk insiden udara seperti ini. Jepang mengecam manuver tersebut sebagai “abnormal dan sangat berbahaya”, terutama karena manuver mendekat seperti itu bisa memicu kecelakaan udara yang fatal.

Insiden Kedua: Intersep Berbahaya Terjadi Dua Hari Berturut-turut

Insiden udara serupa kembali terjadi dalam dua hari berturut-turut, pada 9 dan 10 Juli 2025. Kali ini, dua jet tempur-bomber JH-7 milik China mencegat Pesawat Intel Jepang YS-11EB yang sedang menjalankan misi pengawasan di atas Laut China Timur. Dalam insiden ini, jet-jet China terbang mendekati pesawat Jepang pada jarak hanya 30 hingga 60 meter—jarak yang sangat sempit untuk kecepatan tinggi di udara.

Menurut laporan resmi dari Tokyo, intersepsi berlangsung sekitar 15 menit pada hari pertama dan 10 menit pada hari berikutnya. Kedekatan dan durasi pertemuan di udara ini kembali dinilai sangat berbahaya dan tidak sesuai dengan standar keselamatan penerbangan militer internasional.

Baca juga : Perundingan Gencatan Senjata di Tengah Ketidakpastian: Klaim Trump dan Pertempuran yang Berlanjut

Jepang Protes Keras Aksi Manuver Agesif China

Pemerintah Jepang merespons kedua insiden tersebut dengan sangat serius. Dalam konferensi pers, juru bicara Kementerian Pertahanan Jepang menyatakan bahwa tindakan militer China tidak bisa ditoleransi dan menimbulkan risiko nyata bagi keselamatan awak pesawat. Jepang secara resmi mengajukan protes diplomatik ke Beijing dan meminta agar China menghentikan tindakan yang bisa memicu ketegangan.

Wakil Menteri Luar Negeri Jepang bahkan memanggil Duta Besar China di Tokyo untuk menyampaikan langsung nota protes. Pemerintah Jepang menegaskan bahwa Pesawat Intel Jepang tersebut sedang berada di wilayah udara internasional dan menjalankan tugas yang sah sesuai hukum internasional. Karena itu, tidak ada alasan bagi China untuk melakukan manuver provokatif semacam itu.

China Balik Menyalahkan Jepang

Di sisi lain, Pemerintah China membela tindakannya dengan menyatakan bahwa pesawat-pesawat Jepang telah terbang terlalu dekat dengan wilayah yang dianggap sebagai bagian dari zona pertahanan udaranya. Menurut juru bicara Kementerian Pertahanan China, jet-jet tempur mereka hanya menjalankan tugas rutin dan “bertanggung jawab” dalam merespons keberadaan asing yang mendekati wilayah sensitif mereka.

China juga menuduh Jepang telah meningkatkan aktivitas pengintaian udara dalam beberapa bulan terakhir, terutama di sekitar kepulauan yang disengketakan, yaitu Senkaku (nama Jepang) atau Diaoyu (nama China). Menurut Beijing, pengintaian udara yang dilakukan Jepang secara berulang di kawasan tersebut adalah provokasi terselubung yang dapat memicu salah paham militer.

Bahaya Tabrakan Nyata di Udara

Para pengamat militer memperingatkan bahwa insiden semacam ini sangat berbahaya, terutama karena hanya dibutuhkan satu kesalahan kecil untuk memicu konflik yang lebih luas. Dalam ruang udara sempit dan dengan kecepatan tinggi, jarak 30–60 meter bisa menjadi bencana jika tidak ditangani dengan hati-hati.

Apalagi, kedua negara memiliki hubungan yang cukup rapuh dalam hal militer. Jepang adalah sekutu utama Amerika Serikat di kawasan Asia-Pasifik, sementara China semakin agresif dalam mengekspresikan klaim wilayahnya di Laut China Timur dan Selatan. Jika insiden semacam ini terus berulang, dikhawatirkan akan membuka jalan bagi konfrontasi terbuka, baik secara sengaja maupun tidak.

Seruan Internasional

Beberapa negara, termasuk Amerika Serikat dan Australia, menyatakan keprihatinannya atas meningkatnya insiden udara di Asia Timur. Mereka menyerukan semua pihak untuk menahan diri dan menjaga jalur komunikasi militer tetap terbuka untuk menghindari eskalasi.

Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) juga mendorong negara-negara untuk mematuhi protokol keselamatan penerbangan militer, terutama dalam wilayah udara yang rawan konflik atau tumpang tindih klaim seperti Laut China Timur.

Penutup

Dua insiden udara yang terjadi dalam waktu kurang dari sebulan menandai meningkatnya tensi antara Beijing dan Tokyo. Aksi Jet Tempur China yang berani mendekati Pesawat Intel Jepang menunjukkan adanya dinamika baru dalam kompetisi militer regional. Jika tidak ada langkah diplomatik lanjutan, ketegangan ini bisa berubah menjadi krisis nyata yang tidak hanya berdampak pada dua negara, tetapi juga pada kestabilan Asia Timur secara keseluruhan.

No More Posts Available.

No more pages to load.