Jakarta, Nusasuara – Kejaksaan Agung (Kejagung) menunjukkan keseriusan dalam penanganan Kasus Chromebook. Korps Adhyaksa resmi menetapkan empat individu sebagai tersangka setelah melakukan penyelidikan mendalam terkait dugaan korupsi dalam pengadaan laptop merek Chromebook. Kasus ini memicu perhatian publik karena publik menduga kerugian negara mencapai jumlah fantastis.
Kronologi Kasus Chromebook
Penyelidikan Kasus Chromebook berawal dari laporan dugaan penyimpangan dalam pengadaan laptop yang terjadi antara tahun 2019 hingga 2022. Proyek pengadaan Chromebook ini sebenarnya bertujuan mendukung digitalisasi pendidikan, terutama saat pandemi COVID-19 yang mendorong pembelajaran jarak jauh.
Namun, penyidikan awal menemukan adanya indikasi praktik korupsi. Kejagung menilai beberapa proses dalam pengadaan laptop tersebut tidak berjalan transparan. Penyidik menduga terjadi manipulasi mulai dari penentuan spesifikasi barang, penetapan harga perkiraan sendiri (HPS), hingga proses lelang yang berpihak pada penyedia tertentu.
Penyidik mengumpulkan bukti, memeriksa saksi, dan melakukan penggeledahan di sejumlah lokasi terkait. Hasilnya, bukti cukup kuat untuk menaikkan status kasus dari penyelidikan ke penyidikan. Langkah ini membuka jalan bagi penetapan tersangka, menandai babak baru dalam penegakan hukum Kasus Chromebook.
Kejagung Tetapkan Empat Tersangka Kasus Chromebook
Pihak kejaksaan telah mengumumkan empat tersangka utama dalam Kasus Chromebook:
-
Mulatsyah (MUL) – Direktur SMP saat kasus terjadi. Penyidik menduga ia berperan sentral dalam memuluskan proses pengadaan yang bermasalah.
-
Jurist Tan (JS/JT) – Mantan Staf Khusus. Kehadirannya sebagai tersangka menunjukkan korupsi ini melibatkan berbagai tingkatan pejabat.
-
Ibrahim Arief (IA/IBAM) – Konsultan perorangan dalam perbaikan infrastruktur teknologi manajemen sekolah. Penyidik menilai perannya dimanfaatkan untuk mengatur spesifikasi dan proses pengadaan yang menguntungkan pihak tertentu.
-
Sri Wahyuningsih (SW) – Direktur Sekolah Dasar. Ia diduga memfasilitasi jalannya praktik korupsi dalam proyek Chromebook.
Kejagung langsung menempatkan Mulatsyah dan Sri Wahyuningsih di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung. Penahanan bertujuan memperlancar penyidikan dan mencegah risiko melarikan diri atau menghilangkan barang bukti.
Sementara itu, penyidik menetapkan Ibrahim Arief sebagai tahanan kota karena kondisi kesehatannya. Tim medis menyarankan langkah ini, dan Kejagung mempertimbangkan aspek kemanusiaan.
Satu Tersangka Masih Berstatus DPO
Dari keempat tersangka, Jurist Tan masih masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Kejagung terus melakukan pencarian intensif untuk menjemput yang bersangkutan ke proses hukum. Pemanggilan resmi tidak diindahkan, sehingga penyidik melacak keberadaannya melalui berbagai metode.
Status DPO ini menunjukkan Jurist Tan tidak kooperatif. Kejagung meminta masyarakat yang memiliki informasi terkait keberadaannya untuk segera melapor, membantu proses penegakan hukum Kasus Chromebook.
Modus Operandi dan Aliran Dana Kasus Chromebook
Dalam penyidikan, Kejagung menemukan dugaan rekayasa dalam pengadaan Chromebook. Penyidik menilai pihak tertentu mengatur spesifikasi barang sedemikian rupa untuk memperoleh keuntungan. Mereka juga menyusun harga perkiraan sendiri (HPS) dengan cara yang memicu kerugian negara.
Aliran dana hasil korupsi diduga masuk ke pihak-pihak yang memanfaatkan proyek ini. Kejagung menegaskan bahwa bukti aliran dana cukup kuat untuk menjerat para tersangka. Dugaan praktik ini menunjukkan skala korupsi yang sistematis dan merugikan anggaran pendidikan secara signifikan.
Kerugian Negara Fantastis
Berdasarkan perhitungan penyidik, Kasus Chromebook menimbulkan kerugian negara sekitar Rp1,98 triliun. Jumlah ini menunjukkan pihak tertentu menyalahgunakan dana publik dalam skala besar. Mereka juga mengalihkan uang yang seharusnya meningkatkan kualitas pendidikan ke pihak yang tidak bertanggung jawab.
Kerugian ini tidak hanya bersifat finansial. Selain itu, praktik korupsi dalam pengadaan Chromebook menghambat upaya pemerataan akses pendidikan dan kualitas pembelajaran. Akibatnya, anak-anak di sejumlah daerah terpaksa menghadapi fasilitas pendidikan yang tidak optimal, padahal laptop tersebut seharusnya membantu mereka belajar.
Status Nadiem Makarim
Kasus ini memunculkan pertanyaan terkait keterlibatan Nadiem Makarim, mantan pejabat tinggi di instansi pendidikan terkait. Hingga kini, Nadiem berstatus saksi. Ia diperiksa oleh tim Kejagung untuk dimintai keterangan mengenai perannya dalam proses pengadaan Chromebook.
Kejagung menegaskan tidak menutup kemungkinan kasus ini berkembang lebih luas jika penyidik menemukan bukti kuat, termasuk kemungkinan keterlibatan pejabat lain atau pihak eksternal seperti vendor penyedia. Selain itu, penyidik menjalankan proses penyidikan secara transparan dan akuntabel untuk menegakkan hukum secara profesional.
Baca juga : Heboh! Nadiem Makarim Dicegah Pergi ke Luar Negeri oleh Kejagung
Langkah Hukum Kejagung
Penetapan tersangka hanyalah tahap awal dalam Kasus Chromebook. Kejagung berkomitmen mendalami peran masing-masing tersangka dan mencari pihak lain yang terlibat. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) menegaskan proses hukum berjalan tanpa tebang pilih.
Kejagung bertujuan mengungkap seluruh jaringan korupsi, menindak semua pihak yang terlibat, dan mengembalikan kerugian negara. Selain itu, masyarakat berharap kasus ini menjadi pelajaran penting agar pemerintah melaksanakan proyek, khususnya di sektor pendidikan, dengan integritas dan transparansi tinggi.
Kesimpulan
Kasus Chromebook menegaskan pentingnya pengawasan proyek pemerintah. Penetapan empat tersangka oleh Kejagung menunjukkan komitmen penegak hukum terhadap korupsi skala besar. Dugaan kerugian negara hampir Rp2 triliun mencerminkan praktik tidak jujur dalam pengadaan teknologi pendidikan menimbulkan dampak besar.
Proses hukum terus berlanjut, termasuk pencarian tersangka DPO, pendalaman peran saksi, dan kemungkinan pengembangan kasus. Kejagung menekankan bahwa setiap alat bukti akan diperiksa secara menyeluruh, demi menegakkan hukum dan memastikan dana publik digunakan sesuai peruntukannya.
Dengan begitu, masyarakat dapat berharap bahwa Kasus Chromebook akan menjadi contoh penting bagi transparansi dan akuntabilitas proyek pendidikan di masa depan.







