Kenaikan Harga Pangan Akibat MBG Disebut Wajar, Airlangga: Inflasi 2,6% Masih Terkendali

oleh
MBG

Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang menjadi salah satu agenda strategis nasional telah menciptakan dinamika baru dalam pasar komoditas pangan. Implementasi program yang masif ini memicu peningkatan permintaan yang luar biasa terhadap sumber protein hewani. Terutama telur ayam ras dan daging ayam potong, yang berujung pada lonjakan harga di tingkat konsumen. Fenomena ini sontak menimbulkan kekhawatiran publik terhadap potensi kenaikan laju inflasi.

Merespons gejolak pasar ini, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, bergerak cepat memberikan klarifikasi. Airlangga menegaskan bahwa meskipun terjadi peningkatan harga pada komoditas pangan tertentu. Tingkat inflasi nasional secara keseluruhan masih berada dalam batas aman dan terkendali.

Inflasi Terkendali: Membedah Angka 2,6 Persen

Saat di kantor Kemenko Perekonomian. Menko Airlangga menjelaskan bahwa kenaikan harga yang terjadi saat ini masih terbatas pada komponen harga pangan bergejolak (volatile food). Beliau menekankan bahwa posisi inflasi masih sejalan dengan target yang ada.

“Kita melihat range dari inflasi kan 2,5% plus minus 1%. Jadi, selama seperti sekarang masih di angka sekitar 2,6%, itu masih dalam range,” ujar Airlangga pada Rabu (29/10/2025).

Penegasan ini menunjukkan bahwa pemerintah memandang kenaikan harga telur dan ayam sebagai tantangan sektoral, bukan ancaman makroekonomi yang fundamental. Kunci dari stabilitas ekonomi, menurut Airlangga, adalah menjaga inflasi inti (core inflation) tetap stabil. Inflasi inti adalah indikator yang lebih mencerminkan kondisi fundamental ekonomi. Karena tidak memasukkan komponen harga yang mudah berubah seperti pangan dan energi. Selama inflasi inti terkendali, daya beli masyarakat secara umum aman dari tekanan inflasi yang parah.

MBG Menciptakan Demand Shock di Pasar Protein

Lonjakan harga komoditas pangan ini sebelumnya telah tersampaikan oleh Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan (Zulhas). Yang mengaitkannya langsung dengan percepatan program MBG. Program ini menuntut ketersediaan pasokan protein hewani dalam skala yang sangat besar dan dalam waktu yang singkat. Telur dan ayam, sebagai sumber protein yang relatif terjangkau dan mudah didistribusikan, menjadi pilihan utama dalam menu MBG, sehingga menciptakan demand shock yang masif di rantai pasok domestik.

Sistem produksi peternakan, yang membutuhkan waktu untuk meningkatkan kapasitas (misalnya, masa pemeliharaan ayam), tidak dapat secara instan mengimbangi lonjakan permintaan yang tiba-tiba ini. Akibatnya, terjadilah ketidakseimbangan pasokan dan permintaan yang tak terhindarkan mendorong harga naik.

Namun, di tengah kekhawatiran ini, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menawarkan perspektif lain. Ia menilai kenaikan harga telur justru merupakan sinyal positif bahwa program pemerintah telah berjalan efektif dan menciptakan permintaan riil di pasar. “Artinya positif, tinggal menambah supply saja,” ujar Tito, menunjukkan bahwa fokus masalah kini beralih dari isu efektivitas program menjadi isu manajemen pasokan dan logistik yang perlu segera diselesaikan oleh pemerintah daerah dan pusat.

Akselerasi Swasembada Pangan sebagai Respons Jangka Panjang

Menyadari bahwa fluktuasi harga volatile food akan terus menjadi tantangan utama, pemerintah telah mengunci strategi jangka panjang melalui akselerasi program swasembada pangan.

Menko Zulhas menegaskan urgensi untuk meningkatkan kapasitas produksi dalam negeri. “Oleh karena itu, maka tahun depan swasembada pangan harus kita percepat lagi, apakah telur, ayam, ikan, dan seterusnya, yang memang kita perlu waktu untuk membangun,” tegasnya.

Pemerintah mengharapkan program percepatan swasembada ini mengatasi akar masalah dari gejolak harga pangan, yaitu keterbatasan pasokan domestik. Pemerintah akan mengambil langkah-langkah yang mencakup perbaikan tata niaga, pemberian dukungan permodalan dan teknologi kepada peternak lokal, serta optimalisasi rantai distribusi untuk memotong biaya logistik. Dengan memperkuat basis produksi, pemerintah dapat meningkatkan pasokan protein secara berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan program MBG tanpa memicu tekanan inflasi yang berlebihan di pasar umum.

Baca Juga : Potret Antrean Panjang Louvre: Sensasi ‘Museum yang Baru Dirampok’ Jadi Magnet Baru

Singkatnya, Pemerintah saat ini menempuh jalan ganda: menjaga stabilitas makroekonomi melalui pengendalian inflasi inti, sembari secara agresif melakukan intervensi pasokan jangka pendek dan mendorong program swasembada pangan sebagai solusi permanen untuk meredam gejolak harga volatile food di masa mendatang. Stabilitas harga pangan domestik kini menjadi tolok ukur penting dalam menopang keberlanjutan program gizi nasional.

No More Posts Available.

No more pages to load.