, ,

Mahasiswa IPB Tolak Keras Perubahan Status FATETA Menjadi Sekolah Teknik

oleh -49 Dilihat
Mahasiswa

Bogor, 20 Juni 2025 – Gelombang protes mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) kembali mengemuka menyusul kebijakan kontroversial universitas yang mengumumkan perubahan status Fakultas Teknologi Pertanian (FATETA) menjadi Sekolah Teknik. Keputusan ini, yang diyakini mahasiswa akan secara fundamental mengubah identitas dan arah keilmuan fakultas, memicu aksi unjuk rasa besar-besaran di lingkungan kampus Dramaga, menuntut peninjauan ulang segera.

Aksi yang dipimpin oleh gabungan organisasi kemahasiswaan FATETA dan didukung oleh mahasiswa dari fakultas lain, menjadi bentuk ekspresi kekhawatiran yang mendalam. Mereka berpendapat bahwa penghilangan kata “Pertanian” dari nama fakultas bukan sekadar perubahan nomenklatur, melainkan sebuah sinyal pergeseran filosofi pendidikan yang berpotensi mengikis ciri khas IPB sebagai lembaga pendidikan tinggi yang secara historis berakar kuat pada sektor pertanian dan pangan nasional.

Ancaman Terhadap Identitas dan Kurikulum

“Kami adalah mahasiswa teknologi pertanian. DNA kami adalah inovasi untuk pertanian dan pangan. Jika FATETA berubah menjadi Sekolah Teknik, apakah kami akan kehilangan identitas tersebut? Apakah kami akan menjadi fakultas teknik biasa yang tidak lagi memiliki kekhasan IPB?” teriak Muhammad Farhan, salah satu koordinator aksi dari Himpunan Mahasiswa Teknologi Pangan, dalam orasinya yang berapi-api. Kekhawatiran ini bukan tanpa alasan. FATETA selama ini dikenal sebagai garda terdepan dalam mengembangkan teknologi yang relevan untuk peningkatan produktivitas, efisiensi, dan nilai tambah produk pertanian, mulai dari pascapanen, pengolahan pangan, hingga bioenergi dan mesin pertanian.

Para mahasiswa juga secara spesifik menyoroti potensi dampak negatif terhadap kurikulum dan arah riset di masa depan. Mereka khawatir bahwa pergeseran fokus dapat mengarahkan program studi untuk lebih menekankan prinsip-prinsip teknik umum, mengesampingkan kekhususan dan tantangan unik di sektor pertanian. Misalnya, mata kuliah dan riset yang berfokus pada rekayasa sistem pertanian terintegrasi atau teknologi pengolahan limbah pertanian yang inovatif mungkin akan tergantikan oleh topik teknik sipil, mesin, atau elektro yang lebih generik.

“Mandat utama IPB adalah mendukung ketahanan pangan dan pembangunan pertanian berkelanjutan. Dengan perubahan ini, kami takut visi tersebut akan kabur. Apakah rektorat memahami bahwa kami tidak hanya ingin menjadi insinyur, tetapi insinyur yang berdedikasi untuk memecahkan masalah pertanian bangsa?” tambah Sri Lestari, mahasiswi Teknik Pertanian, yang turut berpartisipasi dalam aksi.

Kebijakan Kurang Partisipatif dan Minim Dialog

Isu perubahan FATETA ini sebenarnya sudah menjadi perbincangan hangat di kalangan sivitas akademika IPB sejak beberapa waktu lalu, namun proses pengambilan keputusan dinilai kurang transparan dan partisipatif. Mahasiswa merasa tidak dilibatkan secara memadai dalam diskusi krusial ini. “Kami hanya mendengar kabar burung, lalu tiba-tiba ada pengumuman. Kami berharap ada dialog terbuka, forum diskusi yang melibatkan semua pihak, bukan keputusan sepihak,” ujar Budi Santoso, perwakilan senat mahasiswa.

Pihak rektorat IPB, hingga berita ini diturunkan, belum mengeluarkan pernyataan resmi secara luas menanggapi tuntutan mahasiswa. Namun, tekanan dari mahasiswa semakin meningkat. Mereka menuntut pimpinan universitas untuk segera meninjau ulang kebijakan tersebut dan membuka ruang diskusi yang substantif.

Ancaman Lanjutan dan Harapan Mahasiswa

Aksi unjuk rasa hari ini hanyalah permulaan. Mahasiswa telah menyatakan komitmen mereka untuk melanjutkan dan memperluas skala protes jika tuntutan mereka tidak direspon secara serius oleh pimpinan universitas. Mereka berencana untuk menggalang dukungan dari alumni, dosen, dan bahkan masyarakat luas yang peduli terhadap arah pendidikan pertanian di Indonesia.

Harapan utama para mahasiswa adalah agar IPB tetap mempertahankan identitasnya sebagai kampus pertanian terkemuka. Mereka percaya bahwa kekuatan IPB terletak pada kemampuannya untuk mengintegrasikan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan kebutuhan spesifik sektor pertanian. Perubahan FATETA menjadi Sekolah Teknik, menurut mereka, adalah langkah mundur yang dapat melemahkan peran strategis IPB dalam mendukung ketahanan pangan dan kemajuan pertanian nasional. Keputusan ini, jika tidak dipertimbangkan ulang, dikhawatirkan akan menciptakan preseden bagi fakultas lain di IPB untuk kehilangan fokus pertanian mereka, mengubah IPB dari institut pertanian menjadi universitas umum biasa.

Apakah IPB akan mendengarkan suara mahasiswanya dan meninjau ulang kebijakan ini? Atau apakah perubahan ini akan tetap dilanjutkan, mengubah wajah salah satu institusi pertanian terkemuka di Indonesia? Perkembangan selanjutnya akan sangat menentukan arah masa depan pendidikan pertanian di tanah air.

No More Posts Available.

No more pages to load.