NusaSuara, — Mao Zedong, yang lebih di kenal sebagai Ketua Mao, adalah tokoh utama di balik berdirinya Republik Rakyat Tiongkok (RRT) pada tahun 1949. Ia menjabat sebagai Ketua Partai Komunis Tiongkok sejak 1935 hingga wafatnya pada 1976, dan memainkan peran krusial dalam membentuk wajah Tiongkok modern berhaluan komunis.
Selama masa kepemimpinannya, Mao meluncurkan dua kebijakan besar yang kontroversial: “Lompatan Jauh ke Depan” dan “Revolusi Kebudayaan”. Kedua program ini di tujukan untuk mempercepat transformasi ekonomi dan sosial Tiongkok, namun juga meninggalkan dampak besar yang masih di perdebatkan hingga kini.
Mao Zedong dan Perang Dingin: Tokoh Global yang Mendunia
Kiprah Mao tidak hanya mengguncang Asia, tetapi juga menjadi sorotan dunia internasional, terutama di tengah ketegangan Perang Dingin antara blok Barat dan Timur. Sebagai tokoh sentral dalam komunisme global, Mao sering menjadi bahan kajian, baik secara politik maupun pribadi.
Baca Juga: Komplain iPhone 17 Bermunculan, Padahal Baru Dirilis
Kisah Pribadi Mao: Fakta-Fakta Unik dari Dokter Pribadi
Salah satu sisi menarik dari kehidupan Mao datang dari pengakuan dokter pribadinya, Dr. Li Zhisui, yang mengungkap berbagai kebiasaan pribadi Mao dalam buku berjudul The Private Life of Chairman Mao (1994).
Dalam bukunya, Dr. Li menyebut Mao jarang mandi. Alih-alih mandi, Mao lebih memilih mengelap tubuhnya dengan handuk hangat. Tak kalah mengejutkan, Mao di ketahui tidak pernah menyikat gigi seumur hidupnya. “Mao tidak pernah gosok gigi. Ia hanya berkumur dengan air teh dan menelan ampasnya. Itu adalah kebiasaan lama dari petani di Tiongkok Selatan,” ungkap Dr. Li.
Akibat kebiasaan ini, kondisi mulut Mao memburuk. Salah satu panglima militernya, Peng Dehuai, bahkan pernah menyampaikan secara terang-terangan: “Gigi Ketua Mao seperti di lapisi cat hijau.”
Pemeriksaan medis menunjukkan gigi Mao dalam kondisi buruk, beberapa bahkan hampir copot dan gusinya bernanah. Namun, Mao tidak pernah mengeluh sakit gigi. Menurut Dr. Li, Mao memiliki ketidaksukaan mendalam terhadap dokter dan penyakit. Ia lebih memilih menahan rasa sakit ketimbang menjalani pengobatan.
Masa Kecil dan Pendidikan Mao Zedong
Mao lahir pada tahun 1893 di desa Shaoshan, Provinsi Hunan, dari keluarga petani dan pedagang biji-bijian. Sejak kecil, ia hidup dalam budaya yang menghargai pendidikan sebagai alat pencatatan dan administrasi semata.
Ia mulai belajar di sekolah dasar lokal pada usia delapan tahun dan mengenal ajaran Konfusianisme melalui kitab Wujing. Namun pada usia 13 tahun, Mao di paksa berhenti sekolah dan bekerja di ladang keluarga.
Menolak perjodohan yang diatur oleh ayahnya, Mao memilih meninggalkan rumah untuk melanjutkan pendidikan di tingkat yang lebih tinggi. Ia akhirnya menempuh sekolah menengah di Changsha, ibu kota provinsi.
Di sanalah Mao mulai mengenal ide-ide reformasi dan revolusi Barat, terutama dari pemikir seperti Liang Qichao dan tokoh nasionalis Sun Yat-sen. Ide-ide inilah yang kelak membentuk dasar perjuangannya melawan penindasan dan ketidakadilan.
Mao Zedong dan Filosofi Penderitaan
Mao memandang penderitaan sebagai bentuk kekuatan dan kontrol. Ia percaya bahwa rasa sakit bukanlah kelemahan, melainkan sarana untuk membentuk manusia yang tangguh.
Keyakinan inilah yang menjelaskan mengapa Mao jarang mengeluh atau mencari bantuan medis—bahkan saat tubuhnya mengalami kondisi serius.






