Marcella Santoso dan Kasus Korupsi Minyak Sawit

oleh
Marcella Santoso Terdakwa Koupsi Kelapa Sawit Hingga 40M

Jakarta – Advokat Marcella Santoso bersama rekannya Ariyanto serta pihak swasta M. Syafei kini menghadapi dakwaan atas tuduhan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam kasus korupsi ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan produk turunannya. Perkara ini mencakup periode Januari hingga April 2022. Kasus ini melibatkan sejumlah nama besar dalam industri kelapa sawit.

Dugaan Suap Rp40 Miliar kepada Majelis Hakim Tipikor

Sumber utama tindak pidana pencucian uang ini adalah dugaan suap sebesar Rp40 miliar. Dana di berikan kepada majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Suap tersebut di duga di berikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang menyangkut tiga perusahaan besar: Permata Hijau Group, PT Wilmar Group, dan PT Musim Mas Group.

Jaksa menyampaikan bahwa Marcella Santoso di duga melakukan pencucian uang dengan jumlah total mencapai Rp52,5 miliar. Modus operandi yang di gunakan adalah menyamarkan dana hasil korupsi melalui kepemilikan aset atas nama perusahaan-perusahaan tertentu. Selain itu, mencampurkan uang haram tersebut dengan uang yang diperoleh secara sah.

“Uang senilai Rp28 miliar dalam bentuk dolar Amerika berada di bawah kendali Marcella, Ariyanto, dan M. Syafei. Selain itu, terdapat legal fee sebesar Rp24,5 miliar yang berasal dari hasil tindak pidana korupsi dalam perkara pemberian atau janji sesuatu kepada hakim,” jelas jaksa dalam persidangan.

Tujuan Penyembunyian dan Manipulasi Putusan

Pihak terdakwa di duga berupaya memengaruhi majelis hakim supaya perkara korupsi korporasi minyak goreng tersebut berakhir dengan putusan ontslag (pembebasan dari dakwaan). Upaya ini bertujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan ilegal. Caranya dengan menggunakan perusahaan sebagai perantara kepemilikan aset. Mereka juga mencampur uang haram dengan dana resmi.

Peran M. Syafei dalam Kasus Pencucian Uang

Sementara itu, M. Syafei di dakwa melakukan pencucian uang sebesar Rp28 miliar serta menggunakan dana operasional sebesar Rp411 juta. Dana ini berasal dari hasil korupsi. Uang ini juga dalam bentuk mata uang dolar Amerika dan di gunakan untuk mempengaruhi putusan perkara korupsi yang sama.

“Terdakwa M. Syafei menguasai uang senilai Rp28 miliar bersama-sama dengan Ariyanto dan Marcella Santoso. Selain itu, uang operasional sebesar Rp411 juta juga berasal dari hasil tindak pidana korupsi. Ini bertujuan untuk menyembunyikan asal-usul kekayaan mereka,” ungkap jaksa.

Baca Juga: Prancis Kehilangan Ketajaman Tanpa Mbappe, Ditahan Imbang Islandia 2-2

Dakwaan Berdasarkan Pasal Hukum

Atas tindakan mereka, Marcella dan Ariyanto dijerat dengan beberapa pasal dalam Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) dan Undang-undang Pencegahan serta Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU). Pasal-pasal yang dikenakan antara lain Pasal 6 ayat 1 huruf a, Pasal 5 ayat 1 huruf a, Pasal 13 juncto Pasal 18 UU Tipikor, dan Pasal 3, 4, serta 5 UU No.8 Tahun 2010 tentang TPPU. Ini disertai juga Pasal 55 KUHP.

Selain itu, Juanedi Saibih juga menghadapi dakwaan dengan pasal-pasal serupa. Sedangkan M. Syafei mendapatkan tambahan dakwaan sesuai Pasal 56 KUHP.

Implikasi dan Upaya Penegakan Hukum

Kasus ini menyoroti betapa seriusnya praktik korupsi dan pencucian uang yang melibatkan sektor minyak sawit mentah yang strategis. Penegak hukum terus mengintensifkan pengawasan dan penindakan terhadap para pelaku kejahatan korporasi. Hal ini guna menjaga transparansi dan integritas di industri yang memiliki peran vital bagi perekonomian nasional.

Melalui proses hukum yang berjalan, di harapkan keadilan dapat di tegakkan. Harapan ini juga untuk memberikan efek jera bagi seluruh pelaku korupsi dan pencucian uang di Indonesia.