Mendagri: Evaluasi Tunjangan Perumahan DPRD

oleh
Mendagri Tito

Jakarta – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian meminta agar tunjangan perumahan anggota DPRD di kaji ulang. Ia menekankan pentingnya mendengarkan aspirasi publik, terutama setelah DPR RI lebih dulu menghentikan tunjangan serupa.

“Saya sudah instruksikan kepala daerah, khususnya di wilayah Jawa, untuk berkoordinasi dengan DPRD dan menampung suara masyarakat. Kalau perlu di evaluasi, maka lakukan evaluasi,” tegas Tito usai menghadiri rapat bersama Komisi II DPR, Senin (15/9).

Tunjangan Perumahan Dinilai Kebijakan Lama

Mendagri Tito mengungkapkan, berdasarkan pemantauan Kementerian Dalam Negeri, tunjangan perumahan DPRD masih banyak diterima di daerah-daerah di Pulau Jawa. Ia menjelaskan bahwa kebijakan ini sebagian besar merupakan warisan lama.

“Kebijakan ini bukan keputusan kepala daerah baru. Saya sudah cek, baik di DKI, Jawa Tengah, maupun Jawa Barat. Kepala daerah yang sekarang tidak tahu-menahu karena ini kebijakan dari periode sebelumnya,” ujar Tito.

Dasar Hukum dan Praktik Lapangan

Tunjangan perumahan DPRD di atur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2017. Dalam aturan tersebut di sebutkan, anggota DPRD yang belum memperoleh rumah dinas berhak mendapatkan tunjangan pengganti dengan besaran yang berbeda di tiap daerah.

Namun, menurut Mendagri Tito, dalam praktiknya, tunjangan tersebut kerap di gunakan sebagai alat kompromi politik antara pemerintah daerah dan DPRD.

“Sering kali terjadi tarik ulur. Ada kesepakatan, misalnya: ‘Oke, tunjangan di naikkan, tapi APBD jangan di ganggu’. Ini yang perlu di awasi,” katanya.

Baca Juga: Ahok Memberi Solusi Memajukan Ekonomi di Bagian Otomotif

Nilai Tunjangan Capai Puluhan Juta

Sorotan publik meningkat tajam setelah muncul data bahwa tunjangan perumahan anggota DPRD bisa mencapai puluhan juta rupiah per bulan. Misalnya, DPRD Jawa Tengah menerima hingga Rp79 juta, Jakarta Rp70 juta, Jawa Barat Rp71 juta, Jawa Timur Rp49 juta, dan Bali Rp54 juta.

Kontroversi ini mencuat seiring dengan keputusan DPR RI untuk menghentikan tunjangan perumahan mereka yang sebelumnya mencapai Rp50 juta.

Desakan Publik dan Aksi Protes

Isu ini memicu kemarahan masyarakat. Pada akhir Agustus, gelombang unjuk rasa besar-besaran terjadi di berbagai daerah, tepatnya pada 25–31 Agustus. Aksi ini berujung tragis dengan 10 korban jiwa.

Menanggapi tekanan publik, sejumlah DPRD kini sepakat untuk melakukan evaluasi tunjangan tersebut.


No More Posts Available.

No more pages to load.