Pemerintah Indonesia resmi menaikkan tarif Pajak Kripto mulai 1 Agustus 2025. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan kebijakan ini sebagai bagian dari revisi aturan perpajakan digital. Pemerintah menilai kenaikan tarif ini sebagai bentuk adaptasi terhadap perkembangan pasar aset digital yang semakin besar dan kompleks di Indonesia.
Rincian Kenaikan Pajak Kripto
Pemerintah sebelumnya mengenakan PPh Final (PPh 22) sebesar 0,1% dan PPN sebesar 0,11% pada transaksi kripto. Kini, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 50 Tahun 2025 menaikkan tarif PPh Final menjadi 0,21% dan menghapus PPN bagi pihak pembeli.
Pemerintah menetapkan tarif pajak kripto yang jauh lebih tinggi, yakni 1%, untuk transaksi yang dilakukan melalui platform luar negeri. Pemerintah mengambil langkah ini untuk mendorong penggunaan platform yang sudah Bappebti daftarkan dan untuk menjamin kepatuhan perpajakan.
Kripto Kini Bebas dari PPN
Salah satu poin penting dari kebijakan baru ini adalah penghapusan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas pembelian aset kripto oleh konsumen. Sebelumnya, konsumen harus membayar PPN sebesar 0,11%, tetapi mulai Agustus 2025, pemerintah menghapus beban ini sepenuhnya.
Pemerintah mengambil langkah ini karena mereka mulai mengakui kripto sebagai instrumen keuangan, bukan lagi komoditas digital. Dengan pengakuan tersebut, pemerintah memperlakukan kripto seperti surat berharga atau instrumen investasi lain yang memang tidak dikenai PPN.
Transaksi Kripto di Indonesia Capai Ratusan Triliun
Menurut data Kementerian Perdagangan, total nilai transaksi aset kripto di Indonesia pada tahun 2024 mencapai lebih dari Rp650 triliun. Angka ini mencerminkan minat yang sangat besar dari masyarakat, khususnya generasi muda, terhadap investasi kripto. Saat ini, tercatat lebih dari 19 juta pengguna kripto aktif di Indonesia, menjadikan pasar kripto Indonesia sebagai salah satu yang terbesar di Asia Tenggara.
Dengan volume transaksi yang sangat tinggi, pemerintah menilai potensi penerimaan pajak kripto dari sektor ini sangat signifikan. Oleh karena itu, pemerintah menyesuaikan tarif untuk memperkuat kontribusi sektor ini terhadap penerimaan negara.
Perbandingan Tarif Pajak Kripto di AS
Jika kita membandingkan kebijakan perpajakan Indonesia dengan AS, kebijakan baru Indonesia masih tergolong lebih ringan. Di AS, pemerintah mengenakan pajak pada keuntungan transaksi kripto. Besarannya tergantung pada lama kepemilikan dan tingkat penghasilan wajib pajak. Tarif pajaknya bisa berkisar antara 10% hingga 37%, tergantung apakah wajib pajak memiliki kripto dalam jangka pendek atau panjang.
Selain itu, Amerika Serikat juga mewajibkan pelaporan transaksi kripto dalam formulir pajak tahunan secara detail, termasuk penghitungan untung-rugi per transaksi. Sanksi terhadap pelanggaran pelaporan juga cukup berat. Dibandingkan hal itu, Indonesia masih memberlakukan sistem pungutan otomatis oleh penyelenggara platform, sehingga memudahkan pengguna.
Tanggapan Pelaku Industri Kripto
Kebijakan ini menimbulkan beragam reaksi dari pelaku industri dan pengguna kripto di Indonesia. Tokocrypto, salah satu bursa kripto terbesar di Indonesia, menyatakan mendukung kebijakan pemerintah selama penerapannya dilakukan secara proporsional dan transparan.
CEO Tokocrypto, Yudhono Rawis, menyampaikan bahwa pemerintah menghapus PPN dan menyesuaikan tarif PPh. Langkah ini menciptakan kejelasan bagi pengguna. Namun kami berharap ada evaluasi berkala agar industri tetap bisa tumbuh sehat.”
Sementara itu, Indodax, bursa kripto lainnya, menggarisbawahi perlunya edukasi bagi pengguna agar mereka memahami perhitungan pajak yang kini berlaku. Oscar Darmawan, CEO Indodax, mengatakan bahwa edukasi pajak harus menjadi prioritas agar tidak terjadi kebingungan di kalangan investor pemula.
“Kami akan bantu pengguna untuk menghitung dan memahami pajak kripto mereka. Yang penting adalah transparansi dan pelaporan yang baik,” ujarnya.
Baca juga : Vietnam Resmi Legalkan Aset Kripto dalam Aturan Baru: Langkah Berani Menuju Era Digital
Dampak ke Investor dan Masa Depan Kripto di RI
Kenaikan pajak kripto ini memang bisa mengurangi margin keuntungan investor, terutama yang melakukan transaksi harian atau dalam jumlah besar. Namun, karena pemerintah menghapus PPN, beban keseluruhan bisa tetap kompetitif, terutama jika kita membandingkannya dengan negara lain.
Pelaku industri menganggap langkah ini sebagai sinyal bahwa pemerintah serius mengatur dan mendukung industri kripto di Tanah Air. Pemerintah memberikan kepastian hukum serta perlakuan fiskal yang semakin jelas. Regulasi yang stabil akan menarik lebih banyak inovasi dan investasi di sektor ini.
Kesimpulan
Peningkatan tarif Pajak Kripto ini menandai babak baru dalam regulasi aset digital di Indonesia. Pemerintah, melalui Kementerian Keuangan dan Bappebti, berupaya menciptakan lingkungan yang seimbang antara pengawasan dan pertumbuhan industri. Dengan menghapus PPN dan menaikkan tarif PPh Final, negara berharap dapat meningkatkan penerimaan pajak tanpa terlalu membebani pengguna.
Tantangan ke depan adalah memastikan sosialisasi aturan ini berjalan dengan baik dan tidak membingungkan pengguna. Dukungan dari pelaku industri seperti Tokocrypto dan Indodax menjadi kunci agar masyarakat dapat menerima dan menjalankan kebijakan ini dengan optimal.







