Masalah truk ODOL (Over Dimension Over Load) atau kendaraan yang kelebihan dimensi dan muatan telah lama menjadi isu krusial yang menggerogoti berbagai aspek kehidupan di Indonesia. Dari kerusakan infrastruktur jalan raya yang masif hingga ancaman keselamatan jiwa, praktik ilegal ini terus membayangi sistem logistik nasional. Di tengah upaya pemerintah untuk mewujudkan “Indonesia Maju,”. Urgensi penertiban truk ODOL kini semakin mendesak, menuntut sebuah langkah strategis, komprehensif, dan tanpa kompromi dari seluruh pemangku kepentingan.
Akar masalah ODOL seringkali berawal dari tekanan ekonomi. Dalam industri logistik yang sangat kompetitif, banyak pelaku usaha memilih jalan pintas. Untuk menekan biaya operasional, mereka memodifikasi truk atau memuat barang melebihi kapasitas yang diizinkan. Dengan cara ini, mereka bisa menawarkan tarif angkutan yang jauh lebih murah. Menciptakan persaingan yang tidak adil bagi perusahaan-perusahaan yang patuh pada aturan. Praktik ini pada akhirnya merusak ekosistem bisnis logistik yang sehat dan menghambat pertumbuhan industri yang seharusnya bisa lebih profesional dan efisien.
Praktik ODOL Membawa Dampak Negatif Bagi Negara
Dampak dari praktik ODOL begitu nyata dan merugikan negara. Truk-truk ini yang membawa beban berlebih menyebabkan percepatan kerusakan jalan dan jembatan. Data dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menunjukkan bahwa biaya perbaikan infrastruktur akibat ODOL mencapai angka triliunan rupiah setiap tahun. Pemerintah bisa mengalokasikan dana besar ini untuk membangun infrastruktur baru yang mendukung konektivitas, tetapi dana tersebut justru habis untuk menambal kerusakan yang berulang. Ini adalah kerugian ekonomi yang nyata dan berkelanjutan bagi negara.
Selain kerugian finansial, ancaman keselamatan yang ditimbulkan oleh truk ODOL tidak bisa dianggap remeh. Kendaraan yang kelebihan muatan memiliki daya pengereman yang berkurang drastis dan titik gravitasi yang tidak stabil, menjadikannya “bom waktu bergerak” di jalan raya. Risiko pecah ban, rem blong, dan hilangnya kendali, terutama saat melewati jalan menanjak atau menurun, meningkat secara eksponensial. Berbagai kecelakaan tragis yang melibatkan truk ODOL telah menelan banyak korban jiwa, menjadi pengingat yang pahit tentang betapa berbahayanya pelanggaran ini bagi seluruh pengguna jalan.
Pemerintah, melalui Kementerian Perhubungan, telah berupaya keras menindak ODOL. Program “Zero ODOL” yang dicanangkan menjadi bukti komitmen ini. Namun, implementasi di lapangan masih menghadapi tantangan besar. Penegakan hukum yang tidak konsisten, adanya celah di regulasi, dan perlawanan dari oknum-oknum nakal menjadi hambatan utama. Para pengemudi dan pelaku usaha sering mengakali atau menghindari jembatan timbang statis. Sementara itu, pihak berwenang tidak dapat melakukan razia gabungan setiap saat di seluruh titik.
Perwakilan dari Aptrindo mengungkapkan bahwa praktik ODOL merugikan para pengusaha yang patuh. Kami berinvestasi pada kendaraan yang sesuai standar, membayar pajak, dan mengikuti aturan. Namun, kami harus bersaing dengan mereka yang tidak patuh dan menawarkan tarif sangat rendah. Kondisi ini membuat kami sulit berkembang. Kami berharap pemerintah bisa bertindak lebih tegas dan konsisten, agar ada keadilan bagi semua.”
Baca Juga : Fabio Quartararo Mengeluh: Motor Yamaha Terlalu Lemah di Trek Lurus, Persaingan Berat
Strategi Untuk Menertibkan ODOL
Oleh karena itu, penertiban ODOL memerlukan strategi yang lebih komprehensif. Solusi tidak bisa hanya mengandalkan razia. Diperlukan sebuah sistem terpadu yang menggabungkan penegakan hukum tegas dengan pemanfaatan teknologi modern. Jembatan timbang digital yang terintegrasi dengan sistem pengawasan nasional, penggunaan kamera CCTV berteknologi tinggi untuk mendeteksi dimensi kendaraan, serta sistem tilang elektronik (e-tilang) yang efektif dapat meminimalisir praktik suap dan ketidakpatuhan. Pihak berwenang harus menjadikan data dari sistem ini sebagai acuan tunggal. Mereka juga harus memastikan tidak ada pihak mana pun yang bisa mengintervensinya.
Selain itu, pemerintah, polisi, dan asosiasi pengusaha harus memperkuat kolaborasi mereka. Pemerintah perlu mendorong para pengusaha untuk membentuk aliansi yang menolak praktik ODOL. Mereka juga dapat memberikan insentif bagi perusahaan yang mematuhi aturan, serta menerapkan sanksi yang tegas dan konsisten kepada semua pihak yang terlibat. Pada saat yang sama, masyarakat juga memiliki peran penting dengan melaporkan pelanggaran ODOL yang mereka lihat, menjadi mata dan telinga pemerintah di lapangan.
Penertiban truk ODOL di Indonesia pada akhirnya bukan sekadar isu teknis, melainkan cerminan dari komitmen bangsa terhadap keselamatan, keadilan, dan keberlanjutan. Dengan mengatasi masalah ini secara tuntas, Indonesia tidak hanya akan memiliki jalan yang lebih aman dan infrastruktur yang awet, tetapi juga dapat menciptakan ekosistem bisnis logistik yang sehat, profesional, dan berdaya saing global. Demi masa depan yang lebih baik, kita harus mengambil langkah strategis ini sekarang.
