Bogor kembali menjadi sorotan publik setelah aparat kepolisian menggerebek sebuah pesta LGBT pada akhir Juni 2025. Pesta yang dikemas dengan tema ‘Family Gathering’ tersebut berlangsung di sebuah vila kawasan Megamendung, Kabupaten Bogor. Dalam operasi ini, sebanyak 75 orang diamankan, terdiri dari 74 pria dan satu perempuan.
Kronologi Penggerebekan Pesta LGBT
Penggerebekan dilakukan oleh Polres Bogor setelah mendapatkan informasi adanya pesta yang disebarluaskan melalui media sosial. Peserta yang ingin ikut diwajibkan membayar sebesar Rp200 ribu, dan acara diisi dengan lomba lipsync, menari, serta menyanyi. Berdasarkan keterangan resmi dari pihak kepolisian, pesta ini diduga sebagai kedok untuk aktivitas seksual sesama jenis.
“Kami menerima laporan dari masyarakat soal acara mencurigakan di salah satu vila. Setelah diselidiki, benar ada kegiatan pesta yang melibatkan banyak pria dengan unsur dugaan aktivitas seksual. Kami temukan pula sejumlah barang bukti,” ujar Kasat Reskrim Polres, AKP Teguh Kumara.
Barang Bukti yang Ditemukan
Dalam penggeledahan, polisi menemukan satu bilah pedang yang digunakan sebagai properti seni tari, empat bungkus kondom baru, serta beberapa obat-obatan dan vitamin. Meski belum bisa dipastikan adanya pelanggaran hukum secara spesifik, pihak kepolisian tetap mengacu pada Undang-Undang Pornografi untuk melakukan proses hukum lebih lanjut.
“Pedang itu adalah properti tari. Namun alat kontrasepsi dan vitamin menambah indikasi bahwa acara ini berpotensi mengarah pada tindakan melanggar norma dan hukum yang berlaku,” imbuh Teguh.
Hasil Tes Kesehatan Peserta
Tak hanya itu, setelah para peserta diamankan, Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor melakukan tes kesehatan awal. Hasilnya cukup mengkhawatirkan. Dari 75 orang yang diperiksa, 30 orang dinyatakan reaktif terhadap HIV atau sifilis dalam tes skrining awal. Sisanya, 45 orang, dinyatakan non-reaktif.
“Reaktif itu terhadap tes skrining awal. Pemeriksaan lebih lanjut akan dilakukan di puskesmas sesuai domisili masing-masing. Untuk yang reaktif di luar Kabupaten, akan kami koordinasikan dengan dinas kesehatan wilayah asalnya,” jelas Kadinkes Kabupaten Bogor, Fusia Meidiyawaty. Penanganan medis bagi peserta yang terindikasi reaktif akan menjadi perhatian utama dalam proses tindak lanjut.
Reaksi dari Organisasi HAM
Organisasi-organisasi pegiat HAM seperti Amnesty International Indonesia menanggapi kasus ini dengan kritis. Mereka menilai penggerebekan seperti ini berpotensi melanggar hak atas privasi dan kesehatan komunitas LGBT.
“Penggerebekan atas dasar orientasi seksual tanpa bukti kuat adanya pelanggaran hukum yang jelas bisa menciptakan ketakutan, stigma, dan diskriminasi lebih luas,” ungkap perwakilan Amnesty dalam pernyataan pers.
Respons Masyarakat dan Aspek Hukum
Kasus ini pun memicu perdebatan di media sosial. Sebagian masyarakat mendukung tindakan aparat demi menjaga nilai-nilai sosial dan moral. Namun tak sedikit pula yang mempertanyakan urgensi dan legalitas tindakan aparat terhadap aktivitas privat yang dilakukan secara tertutup.
Dari sisi hukum, Indonesia memang tidak memiliki regulasi yang secara eksplisit melarang homoseksualitas. Namun, aparat kerap menggunakan pasal-pasal dalam Undang-Undang Pornografi serta aturan daerah untuk menindak kelompok LGBT, terutama dalam kegiatan yang dilakukan secara terbuka atau terorganisir.
Konteks Masyarakat Lokal
Di Bogor sendiri, topik LGBT kerap menjadi isu sensitif. Pemerintah daerah sebelumnya telah mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Ketahanan Keluarga, yang di dalamnya memuat ketentuan penanganan “penyimpangan seksual”, termasuk LGBT. Hal ini menambah kerentanan kelompok tersebut terhadap diskriminasi hukum dan sosial.
Pendekatan Kesehatan yang Diperlukan
Penggerebekan ini juga menimbulkan pertanyaan mengenai pendekatan kesehatan masyarakat. Dalam konteks penularan HIV/AIDS dan IMS lainnya, para ahli kesehatan justru mendorong pendekatan berbasis edukasi dan pelayanan kesehatan yang bersifat inklusif. Tes skrining dan penanganan medis seharusnya dilakukan tanpa menimbulkan rasa takut atau stigma.
Kesimpulan
Kejadian ini menjadi peringatan serius akan pentingnya keseimbangan antara penegakan hukum, perlindungan hak asasi manusia, dan kebijakan kesehatan publik. Penggerebekan yang dilakukan tanpa transparansi dan dasar hukum yang kuat bisa menimbulkan dampak buruk jangka panjang bagi upaya pencegahan penyakit, solidaritas sosial, serta hak individu untuk hidup aman dan sehat.
Sebagai penutup, kasus pesta LGBT di Bogor ini bukan hanya tentang satu penggerebekan. Ini adalah cerminan dari dinamika sosial, hukum, dan hak asasi manusia di Indonesia saat ini. Dibutuhkan kebijakan yang lebih bijak, adil, dan menghargai hak semua warga negara tanpa diskriminasi, agar kejadian serupa tidak menjadi alat represi terhadap kelompok minoritas seksual di tanah air.
Baca Juga : Mahasiswa IPB Tolak Keras Perubahan Status FATETA Menjadi Sekolah Teknik