Revolusi Masuk PTN: Inilah Sisi Terang dan Gelap SNPMB Perdana

oleh
SNPMB

Pada tahun 2023, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (). Meluncurkan Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (), yang kini kita kenal sebagai . Peluncuran ini menandai babak baru dalam sistem pendidikan tinggi. Menteri Nadiem Makarim menerapkan perubahan ini bukan sekadar mengganti nama dan menjadi dan , tetapi ia melakukan perombakan filosofis yang menggeser fokus dari hafalan materi ke penalaran dan pemecahan masalah.

Transformasi ini, yang meliputi tiga jalur utama (Seleksi Nasional Berbasis Prestasi/, Seleksi Nasional Berbasis Tes/an Seleksi Mandiri), memicu gelombang perdebatan. Di satu sisi, banyak pihak mengapresiasi upaya untuk menciptakan lulusan yang lebih adaptif dan berpikir kritis. Di sisi lain, perubahan mendadak ini menimbulkan kekhawatiran serius terkait kesiapan siswa, sekolah, dan transparansi lembaga penyelenggara. Berikut adalah rangkuman pro dan kontra utama SPMB perdana.

Sisi PRO: Membangun Kompetensi Holistik dan Kritis

1. Penekanan pada Penalaran, Bukan Hafalan (SNBT)

Aspek paling revolusioner dalam SPMB perdana adalah penghapusan Tes Kemampuan Akademik () pada jalur SNBT (dulu SBMPTN). Tes kini hanya berfokus pada Tes Skolastik. Yang menguji empat komponen utama: Potensi Kognitif, Penalaran Matematika, Literasi dalam Bahasa Indonesia, dan Literasi dalam Bahasa Inggris.

  • Dampak Positif: Dengan meniadakan tes materi mata pelajaran, sistem ini secara langsung mendorong siswa dan guru di sekolah menengah untuk fokus pada pembelajaran yang mendalam dan bermakna, alih-alih mengejar target hafalan materi untuk ujian masuk. Hal ini juga diharapkan mengurangi ketergantungan siswa pada bimbingan belajar (bimbel) mahal yang menekankan pemadatan konten, sehingga membuat jalur ini lebih adil secara finansial.

2. Pembelajaran Menyeluruh Dihargai (SNBP)

Pada jalur prestasi (), panitia seleksi mengubah bobot penilaian secara signifikan. Minimal 50% bobot penilaian harus berasal dari rata-rata nilai rapor seluruh mata pelajaran. Sisanya (maksimal 50%) dapat berasal dari mata pelajaran pendukung, prestasi, atau portofolio.

  • Dampak Positif: Sistem ini mengakhiri praktik lama di mana hanya mata pelajaran tertentu yang relevan dengan jurusan yang diperhatikan, yang kerap membuat siswa mengesampingkan mata pelajaran lain. Kini, siswa terdorong untuk berprestasi di seluruh mata pelajaran secara holistik dan lintas disipliner, sesuai dengan semangat Kurikulum Merdeka.

3. Seleksi Lebih Inklusif dan Terintegrasi

Transformasi ini turut memperluas cakupan seleksi. SPMB kini mencakup seleksi masuk untuk program Sarjana, Diploma Tiga (), dan Sarjana Terapan/Diploma Empat () secara terintegrasi.

  • Dampak Positif: Inklusivitas ini memberikan peluang lebih luas bagi lulusan pendidikan vokasi dan Diploma untuk mengakses Perguruan Tinggi Negeri () melalui mekanisme yang terstandardisasi secara nasional, yang sebelumnya kerap terpisah.

Sisi KONTRA: Polemik dan Kekhawatiran Mendesak

1. Perubahan Mendadak dan Kesiapan Siswa

Waktu implementasi yang terlalu cepat memicu salah satu kritik terkeras terhadap perdana. Siswa angkatan pertama yang mengikuti sistem ini () telah menempuh sebagian besar masa sekolah menengah. Dengan kurikulum dan ekspektasi yang berbeda.

  • Dampak Negatif: Perubahan mendadak dari tes berbasis hafalan ke tes berbasis penalaran menimbulkan tekanan psikologis dan kebingungan di kalangan siswa, orang tua, dan sekolah. Mereka merasa kurang memiliki waktu untuk mempersiapkan diri secara maksimal dengan format tes yang benar-benar baru, meskipun tujuannya adalah membebaskan siswa dari tekanan bimbel dan hafalan.

2. Isu Transparansi dan Komersialisasi Seleksi Mandiri

Meskipun telah mengamanatkan PTN untuk meningkatkan transparansi pada jalur Seleksi Mandiri (dengan mewajibkan pengumuman kuota, metode penilaian, dan biaya), keraguan publik masih tinggi. Sejak lama, publik mencurigai jalur ini menjadi celah komersialisasi melalui pungutan biaya tinggi.

  • Polemik: Kritik menyebutkan bahwa regulasi transparansi belum cukup kuat untuk mengatasi potensi penyimpangan, terutama terkait dengan penentuan besaran biaya dan proses seleksi yang kadang kurang akuntabel. Kekhawatiran ini mengancam prinsip keadilan sosial dalam pendidikan tinggi.

3. Pembatasan Kesempatan setelah Lulus SNBP

Untuk mengatasi masalah bangku kosong yang sering terjadi di tahun-tahun sebelumnya, menerapkan aturan ketat: tidak memperbolehkan siswa yang telah lulus mendaftar maupun Seleksi Mandiri.

  • Polemik: Meskipun bertujuan positif (memastikan kursi terisi dan memberikan kesempatan pada calon lain), aturan ini dinilai membatasi kebebasan memilih dan mengeksplorasi minat bagi sebagian siswa. Larangan ini membuat dilema bagi siswa yang lolos di program studi yang kurang mereka minati melalui .

Kesimpulan

SPMB perdana merefleksikan niat baik pemerintah untuk menyelaraskan seleksi masuk perguruan tinggi dengan tuntutan pembelajaran abad ke-21 yang mengutamakan kemampuan berpikir kritis dan penalaran. Namun, seperti halnya setiap transformasi besar, implementasi awalnya tidak luput dari gejolak. Keberhasilan SPMB di masa depan akan sangat bergantung pada seberapa cepat sistem pendidikan menengah dan PTN dapat beradaptasi dengan filosofi baru ini, sambil memastikan bahwa semua jalur seleksi—terutama Seleksi Mandiri—berjalan dengan integritas, transparansi, dan keadilan yang utuh.

Baca Juga : Aksi Nyata Program Prabowo di Mataram: Ratusan Smart Screen Datang, Guru Siap Tampil Interaktif

No More Posts Available.

No more pages to load.