NusaSuara – Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) resmi mengesahkan RUU Kepariwisataan menjadi Undang-Undang. Keputusan tersebut ditetapkan dalam Rapat Paripurna ke-6 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2025–2026 yang berlangsung di Gedung Parlemen, Jakarta.
Sebanyak 426 anggota DPR hadir dalam rapat tersebut. Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, memimpin jalannya sidang dan membuka sesi pengambilan keputusan setelah Ketua Komisi VII DPR, Saleh Partaonan Daulay, menyampaikan laporan hasil pembahasan.
“Apakah Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan dapat disetujui untuk disahkan menjadi Undang-Undang?” tanya Dasco kepada para anggota dewan. Seluruh fraksi menyampaikan persetujuan secara bulat, menandai dukungan penuh terhadap arah baru kebijakan pariwisata nasional.
Hadirnya Para Menteri Tegaskan Komitmen Pemerintah
Sejumlah pejabat tinggi negara turut hadir dalam rapat paripurna tersebut, antara lain:
-
Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas
-
Menteri Pariwisata, Widiyanti Putri Wardhana
-
MenPAN-RB, Rini Widyantini
-
Wakil Menteri Kebudayaan, Giring Ganesha
Kehadiran para menteri ini menggarisbawahi komitmen pemerintah dalam mewujudkan pariwisata yang lebih inklusif, berdaya saing, dan berkelanjutan.
RUU Kepariwisataan Hadirkan Pendekatan Baru: HAM, Budaya, dan Desa Wisata
Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Kepariwisataan, Chusnunia Halim, menyampaikan bahwa revisi ini mengadopsi pendekatan baru dalam pembangunan sektor pariwisata nasional.
Secara khusus, revisi ini menitikberatkan pada hak asasi manusia (HAM), penguatan budaya, dan pemberdayaan masyarakat lokal.
Berikut beberapa poin penting yang tertuang dalam UU terbaru ini:
1. Ekosistem Kepariwisataan Lebih Holistik
Pertama, UU ini memperkenalkan konsep baru seperti ekosistem kepariwisataan dan warisan budaya. Pemerintah juga memperbarui definisi tentang wisata, pariwisata, dan kepariwisataan agar lebih sesuai dengan dinamika global dan kebutuhan nasional.
2. Budaya dan Masyarakat Jadi Pilar Utama
Berbeda dari pendekatan sebelumnya, kebijakan terbaru ini menempatkan masyarakat dan budaya lokal sebagai pusat pengembangan. Oleh karena itu, pembangunan pariwisata tidak hanya berfokus pada ekonomi, melainkan juga pelestarian identitas bangsa dan nilai-nilai budaya.
3. Klasifikasi Desa Wisata: Dorong Pemerataan Ekonomi
Selanjutnya, UU ini memperkenalkan sistem klasifikasi pengembangan desa wisata atau kampung wisata dalam empat tahapan, yaitu:
-
Rintisan
-
Berkembang
-
Maju
-
Mandiri
Dengan sistem ini, pemerintah ingin mendorong pertumbuhan ekonomi lokal, pelibatan masyarakat, dan keberlanjutan sektor pariwisata berbasis komunitas.
Baca Juga: Manipulasi Harga Emas: Apakah Bisa di Setting Pasaran?
Tambahan Empat Bab Baru: Menjawab Tantangan Digitalisasi
Menanggapi pesatnya perkembangan teknologi, pemerintah menambahkan empat bab baru dalam UU Kepariwisataan, yaitu:
-
Perencanaan Pembangunan Kepariwisataan
-
Pengelolaan Destinasi Pariwisata
-
Pemasaran Kepariwisataan
-
Teknologi Informasi dan Digitalisasi
Khusus pada aspek digital, pemerintah menargetkan peningkatan efektivitas promosi dan pengelolaan destinasi melalui teknologi informasi. Oleh karena itu, digitalisasi akan menjadi komponen kunci dalam strategi pengembangan kepariwisataan ke depan.
Menuju Pariwisata Nasional yang Berkelanjutan dan Inklusif
Pengesahan RUU Kepariwisataan ini menunjukkan langkah konkret Indonesia dalam membangun pariwisata yang berbasis hak asasi manusia, nilai budaya, serta pemanfaatan teknologi modern.
Dengan pendekatan tersebut, pemerintah berharap dapat menciptakan pengalaman wisata yang bermutu, sekaligus meningkatkan keadilan sosial dan kesejahteraan masyarakat lokal.
