Jakarta – Ketua DPP PDI Perjuangan, Said Abdullah, menegaskan bahwa Presiden memiliki hak prerogatif untuk mengevaluasi dan mengganti menteri berdasarkan kinerja mereka. Menurutnya, langkah ini bukan hanya sah secara konstitusi. Ini juga penting dalam menjaga efektivitas pemerintahan. Hal ini memastikan seluruh anggota kabinet sejalan dengan arah kebijakan negara.
Pernyataan ini di sampaikan Said sebagai tanggapan terhadap ultimatum Presiden Prabowo Subianto yang menyatakan bahwa menteri yang tak menunjukkan kinerja baik, bahkan setelah tiga kali peringatan, dapat di ganti atau terkena reshuffle kabinet.
“Presiden adalah kepala pemerintahan yang bertanggung jawab langsung terhadap jalannya negara. Maka, menjadi hak beliau untuk mengevaluasi para pembantunya di kabinet. Tentu evaluasi itu harus di dasarkan pada indikator yang jelas. Ini bukan semata pertimbangan subjektif,” ujar Said Abdullah dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (19/10).
KPI Sebagai Dasar Penilaian yang Objektif
Said Abdullah menekankan pentingnya penggunaan Key Performance Indicators (KPI) untuk menilai efektivitas kerja para menteri. Ia menjelaskan bahwa Presiden memiliki instrumen kelembagaan seperti Kantor Staf Presiden (KSP), Sekretariat Kabinet, hingga sejumlah staf khusus. Instrumen ini dapat di gunakan untuk memantau dan mengevaluasi kinerja menteri berdasarkan data yang akurat.
“Organisasi-organisasi teknis di bawah presiden itu seharusnya dapat menyusun KPI dengan parameter yang terukur. KPI tersebut meliputi target capaian, dukungan kelembagaan, anggaran, serta tenggat waktu atau timeline pelaksanaan kebijakan,” jelasnya.
KPI tersebut, menurut Said, bisa di jadikan acuan untuk mengevaluasi kinerja menteri secara periodik, misalnya setiap enam bulan. Hal ini di nilai lebih adil bagi semua pihak—baik bagi menteri yang di evaluasi maupun bagi presiden sebagai pemberi mandat.
Menteri Tak Akan Merasa Di evaluasi Sepihak
Menurut Said Abdullah , dengan adanya KPI yang di sepakati sejak awal, proses evaluasi tidak akan terasa sepihak. Menteri yang kinerjanya dinilai kurang pun akan lebih menerima hasil evaluasi tersebut. Hal ini karena sejak awal sudah mengetahui tolok ukur dan ekspektasi yang di tetapkan.
“Jadi ukuran evaluasinya jelas dan tidak subyektif. Baik yang mengevaluasi maupun yang di evaluasi memiliki landasan yang sama. Jika ada reshuffle, menteri bersangkutan tidak akan merasa di khianati atau tidak di beri kesempatan,” tegasnya.
Ia menambahkan, pendekatan seperti ini justru memperkuat sistem tata kelola pemerintahan yang profesional, transparan, dan akuntabel.
Kinerja Kamuflatif, Ancaman bagi Pemerintahan
Said juga menyoroti potensi munculnya kinerja “kamuflatif” di kalangan menteri. Kinerja seperti ini, menurutnya, lebih mengedepankan pencitraan dan popularitas di publik ketimbang dampak nyata dari kebijakan yang di ambil.
“Kadang ada menteri yang lebih fokus membangun persepsi positif di media, tampil heboh di publik. Namun, kebijakan yang mereka ambil tidak berdampak nyata terhadap perubahan struktural seperti yang di amanatkan dalam visi besar Presiden,” ucap Said.
Ia menekankan bahwa KPI dapat berperan penting dalam mencegah pola kerja semacam itu. Dengan adanya indikator yang terukur, Presiden bisa membedakan antara menteri yang benar-benar bekerja untuk rakyat dan menteri yang sekadar tampil di panggung pencitraan.
Baca Juga: Bahlil Colek Bos Danantara Saat Prabowo Singgung Korupsi
Reshuffle Bukan Ancaman, Tapi Mekanisme Kontrol
Bagi Said Abdullah , reshuffle kabinet bukanlah sesuatu yang perlu di takuti para menteri. Justru reshuffle adalah mekanisme penting dalam menjaga semangat kerja dan memastikan bahwa pemerintahan berjalan dengan maksimal.
“Saya kira, kalau menterinya memang bekerja dengan baik dan sesuai KPI, tidak akan ada masalah. Tapi jika ada yang tidak menjalankan tugasnya dengan sungguh-sungguh, reshuffle bisa jadi teguran sekaligus perbaikan,” ujar Said.
Ia juga menilai, Presiden perlu tetap terbuka terhadap masukan publik dan lembaga pengawasan seperti DPR. Ini agar reshuffle benar-benar menjadi solusi untuk meningkatkan performa kabinet.
Pernyataan Tegas Prabowo: Peringatan Tiga Kali, Lalu Di ganti
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto memberikan peringatan tegas kepada para menterinya agar tidak menyalahgunakan wewenang dan tetap bekerja sesuai mandat rakyat. Dalam orasi ilmiah saat Sidang Terbuka Senat Universitas Kebangsaan Republik Indonesia (UKRI) di The Trans Luxury Hotel, Jawa Barat, Sabtu (18/10), Prabowo menyampaikan bahwa reshuffle bisa di lakukan bila peringatan tidak di indahkan.
“Satu kali peringatan masih nakal, masih nggak mau dengar. Dua kali peringatan, tiga kali… apa boleh buat, reshuffle,” ucap Presiden Prabowo di hadapan peserta sidang senat dan tamu undangan.
Pernyataan ini menandai awal dari pendekatan kepemimpinan yang tegas dan berbasis hasil kerja nyata. Banyak pihak menilai bahwa Prabowo berusaha membentuk kabinet yang solid dan disiplin sejak awal masa jabatannya.





