NusaSuara — Pengadilan Bangladesh menjatuhkan vonis hukuman mati kepada mantan PM Sheikh Hasina pada Senin (17/11) atas dakwaan kejahatan terhadap kemanusiaan. Putusan ini muncul tiga bulan setelah ia di makzulkan dari jabatannya pada Agustus 2024.
Hasina yang kini berusia 78 tahun menolak memenuhi panggilan pengadilan untuk kembali dari India. Ia pun di sidangkan secara inabsentia. Sidang tersebut di gelar untuk mengungkap dugaan tindak kekerasan terhadap mahasiswa yang menjadi pemicu kejatuhannya dari kekuasaan.
Dakwaan dan Pertimbangan Hakim
Hakim Golam Mortuza Mozumder menyatakan bahwa seluruh unsur kejahatan kemanusiaan telah terpenuhi. Ia menegaskan bahwa Sheikh Hasina terbukti bersalah atas tiga dakwaan: hasutan, perintah pembunuhan, dan kelalaian dalam mencegah kekerasan.
“Kami menjatuhkan satu hukuman, yaitu hukuman mati,” ujar Mozumder di pengadilan Dhaka yang penuh sesak.
Selain Hasina, mantan Menteri Dalam Negeri Asaduzzaman Khan Kamal—yang juga melarikan diri—di gugat atas empat dakwaan dan turut mendapat vonis mati. Sementara itu, mantan Kepala Polisi Chowdhury Abdullah Al-Mamun menerima hukuman lima tahun penjara setelah mengaku bersalah.
Situasi Politik Menegang Menjelang Pemilu
Putusan ini di siarkan secara langsung di televisi nasional, menjelang pemilu pertama sejak Sheikh Hasina di gulingkan. Sejak tumbangnya pemerintahan otoriternya, Bangladesh terus di guncang instabilitas politik dan gelombang kekerasan yang diperkirakan akan memuncak menjelang pemilu Februari 2026.
PBB mencatat sedikitnya 1.400 korban jiwa dalam tindakan represif aparat ketika Hasina berupaya mempertahankan kekuasaan. Jumlah tersebut menjadi salah satu aspek paling memberatkan dalam persidangannya.
Respons Jaksa dan Persoalan Hukum
Kepala Jaksa Tajul Islam berharap putusan ini dapat memenuhi tuntutan publik yang telah lama menginginkan keadilan. Jaksa mengajukan total lima dakwaan, termasuk kegagalan mencegah pembunuhan massal yang di kategorikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan menurut hukum Bangladesh.
Selama persidangan yang berlangsung berbulan-bulan tanpa kehadiran terdakwa, saksi-saksi membeberkan detail pembantaian massal yang disebut Sheikh Hasina sebagai “lelucon yuridis”.
Komentar Sheikh Hasina dan Respons India
Dalam wawancara tertulis dengan AFP pada Oktober, Hasina menyebut vonis tersebut “sudah di tentukan sejak awal” dan mengaku tidak terkejut. Ia mengekspresikan duka atas ratusan nyawa yang melayang selama masa kekacauan, namun pernyataannya memicu amarah publik yang menilai ia sedang berusaha membersihkan rekam jejaknya.
Pemerintah Bangladesh bahkan memanggil perwakilan India dan meminta New Delhi membatasi ruang bagi Hasina untuk berbicara kepada media.
Hasina juga menuding bahwa pelarangan partainya, Liga Awami, oleh pemerintah sementara justru memperburuk krisis politik di negara berpenduduk 170 juta jiwa itu.
