, ,

Simo Häyhä: Legenda Terkonfirmasi Sang “Kematian Putih”

oleh -28 Dilihat
Simo Häyhä, seorang petani dan pemburu sederhana dari Finlandia, mengukir sejarah sebagai penembak jitu paling mematikan sepanjang masa.

Dalam catatan sejarah militer, beberapa nama menonjol bukan hanya karena keberanian, tetapi juga karena kemahiran yang luar biasa. Salah satu nama yang paling bersinar terang adalah Simo Häyhä, seorang prajurit Finlandia yang dijuluki “White Death” (Kematian Putih) oleh musuhnya. Kisah perjalanan hidupnya, dari seorang petani sederhana hingga menjadi penembak jitu paling mematikan dalam sejarah, adalah testimoni nyata akan kegigihan dan keterampilan.

Awal Kehidupan dan Latar Belakang

Simo Häyhä lahir pada 17 Desember 1905, di Rautjärvi, sebuah kota kecil dekat perbatasan Finlandia dengan Rusia. Sebelum perang pecah, kehidupannya jauh dari gemerlap. Ia adalah seorang petani yang rajin, pemburu terampil, dan penggemar olahraga menembak. Keterampilan menembaknya tidak diasah di medan perang, melainkan di hutan-hutan Finlandia yang bersalju, berburu hewan dan berlatih di klub menembak lokal. Kemampuannya yang luar biasa dengan senapan sudah terlihat bahkan sebelum ia mengenakan seragam militer.

Pada usia 20 tahun, Häyhä bergabung dengan wajib militer dan menunjukkan bakatnya sebagai penembak jitu. Namun, kehidupannya yang relatif tenang berubah drastis ketika Uni Soviet menginvasi Finlandia pada 30 November 1939, menandai dimulainya Perang Musim Dingin (Winter War).

Sang “Kematian Putih” di Medan Perang

Ketika invasi Soviet dimulai, Häyhä, bersama banyak warga Finlandia lainnya, dipanggil untuk membela tanah airnya. Ia bergabung dengan unit penembak jitu di Divisi 6 Batalyon Infanteri 34. Di sinilah legendanya mulai terbentuk.

Dalam suhu ekstrem yang sering mencapai -40°C, Häyhä mengenakan kamuflase serba putih dan memanfaatkan medan bersalju dengan sempurna. Ia dikenal beroperasi sendiri, seringkali bersembunyi di tumpukan salju yang telah ia padatkan untuk menciptakan posisi menembak yang stabil. Konon, ia bahkan menaruh salju di mulutnya untuk mencegah napasnya terlihat dalam udara dingin yang menusuk.

Baca Juga : Sejarah Gelap “Petrus”: Operasi Penembak Misterius di Indonesia

Yang paling menakjubkan adalah pilihan Simo Häyhä untuk menggunakan senapan Mosin-Nagant M/28-30 versi Finlandia yang dilengkapi bidikan besi (iron sights), bukan teropong optik. Ia lebih memilih ini karena bidikan optik cenderung memantulkan cahaya matahari, yang bisa mengungkapkan posisinya, dan juga mudah berkabut dalam suhu dingin ekstrem. Kemampuannya menembak dengan akurasi mematikan tanpa bantuan teropong adalah salah satu alasan utama ketenaran Simo Häyhä.

Dalam waktu kurang dari 100 hari pertempuran, Häyhä berhasil menorehkan rekor yang tak tertandingi. Ia secara resmi dikonfirmasi telah membunuh 505 tentara Soviet dengan senapan, dan sekitar 200 lainnya dengan submachine gun Suomi KP/-31. Ini menjadikan total kill-nya mencapai sekitar 705—sebuah angka yang luar biasa dalam waktu singkat. Jumlah ini membuatnya menjadi penembak jitu paling mematikan dalam sejarah perang. Tentara Soviet begitu takut padanya hingga menjuluki Simo Häyhä dengan “Belaya Smert” atau “White Death” (Kematian Putih). Mereka melancarkan operasi khusus, termasuk serangan artileri dan pengerahan penembak jitu lain, hanya untuk melenyapkannya.

Cedera dan Akhir Karir Militernya

Pada tanggal 6 Maret 1940, nasib Häyhä berubah. Ia terkena tembakan peluru eksplosif di rahangnya oleh seorang penembak jitu Soviet. Tembakan itu merobek bagian kiri wajahnya dan membuatnya tidak sadarkan diri. Rekan-rekannya menemukan dan mengevakuasinya, mengira ia sudah tewas. Namun, Häyhä berhasil selamat, meskipun ia mengalami koma dan memerlukan banyak operasi rekonstruksi wajah.

Ia sadar kembali pada 13 Maret 1940, hari yang sama ketika Perang Musim Dingin berakhir. Cedera parah itu secara efektif mengakhiri karir militernya. Ia dipromosikan dari Kopral menjadi Letnan Dua — sebuah kenaikan pangkat yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah militer Finlandia.

Kehidupan Setelah Perang

Meskipun cacat parah di wajah, Simo Häyhä hidup damai setelah perang. Ia kembali ke kehidupan sebagai petani dan pemburu. Ia menjadi penggemar anjing dan bahkan memelihara beberapa ekor. Dia menolak untuk membual tentang prestasinya di perang, dan jarang berbicara tentang pengalamannya di medan pertempuran. Ketika ditanya bagaimana ia bisa menjadi penembak jitu yang begitu hebat, ia hanya menjawab, “Latihan.” Ketika ditanya apa yang ia rasakan setelah menewaskan begitu banyak orang, ia menjawab, “Saya hanya melakukan apa yang diperintahkan, dan sebaik mungkin.”

Simo Häyhä meninggal dunia pada 21 Juni 2002, pada usia 96 tahun. Ia tetap menjadi pahlawan nasional Finlandia dan inspirasi bagi banyak prajurit dan penggemar sejarah militer di seluruh dunia. Kisah “White Death” adalah pengingat abadi akan keberanian individu dan kemahiran luar biasa yang dapat muncul di tengah konflik paling gelap.

No More Posts Available.

No more pages to load.