Starbucks Bergerak ke Fase Pemulihan Baru
Starbucks kini berupaya keras untuk menenangkan investor dan menarik kembali pelanggan melalui strategi pemulihan yang komprehensif. Bagian integral dari upaya ini adalah meyakinkan para manajer toko dengan janji peningkatan tempat duduk di dalam kafe dan promosi internal. Sejak minggu pertamanya menjabat, CEO Brian Niccol telah berkomitmen untuk membawa perusahaan “kembali ke Starbucks”, sebuah moto yang bertujuan menghidupkan kembali penjualan yang lesu.
Visi ini terlihat jelas dalam acara “Leadership Experience” perusahaan yang baru-baru ini diadakan selama tiga hari di Las Vegas, dihadiri oleh lebih dari 14.000 pemimpin toko. Dalam acara tersebut, mereka memperkenalkan kopi baru bernama Roast 1971, sebagai penghormatan pada tahun pembukaan gerai pertamanya di Pike Place, Seattle. Bahkan para finalis di Global Barista Championships perdana nya menggemakan sentimen “kembali ke Starbucks” saat mereka menyiapkan minuman untuk juri, dan frasa tersebut bahkan digunakan sebagai kata sandi Wi-Fi acara.
Kepada para investor, Niccol telah memaparkan strategi multi-bagian yang mencakup perombakan pemasaran, peningkatan staf di dalam kafe, perbaikan aplikasi seluler, dan penciptaan lokasi yang lebih nyaman. Perusahaan juga telah melakukan efisiensi operasional dengan merumahkan sekitar 1.100 pekerja korporat awal tahun ini, dengan tujuan untuk mengurangi PHK di masa mendatang. Respons pasar cukup positif, dengan saham Starbucks naik hampir 20% sejak April dan diperdagangkan sedikit di bawah harga puncaknya setelah Niccol diumumkan sebagai CEO.
Starbucks Memenangkan Hati Karyawan: Mengatasi Kekhawatiran dan Memberi Otonomi Lebih
Meskipun Starbucks telah mengambil langkah besar untuk memenangkan kembali pelanggan dan Wall Street, tantangan besar berikutnya adalah mendapatkan kembali kepercayaan di antara para karyawannya. Selama bertahun-tahun, staf telah menyuarakan kekhawatiran tentang jam kerja dan beban kerja, yang menjadi pemicu gelombang serikat pekerja yang meluas di seluruh AS.
Untuk mengatasi masalah ini dan menarik minat para manajer toko, para eksekutif Starbucks minggu ini berfokus pada pemberian kendali yang lebih besar. Sebelum meluncurkan minuman baru, seperti busa dingin yang kaya protein, perusahaan kini akan mengujinya di lima toko terlebih dahulu untuk mendapatkan masukan langsung dari para barista.
Selain itu, saat jaringan kafe menambah jumlah stafnya musim panas ini, para manajer akan memiliki suara lebih besar dalam menentukan berapa banyak barista yang mereka butuhkan. Sebuah inisiatif penting lainnya adalah rencana untuk menambah asisten manajer di sebagian besar toko di Amerika Utara mulai tahun depan.
“Kembali ke Starbucks”: Mengembalikan “Tempat Ketiga” yang Hilang
Strategi “kembali ke Starbucks” Niccol berpusat pada gagasan bahwa budaya perusahaan telah goyah seiring berjalannya waktu. Acara Leadership Experience ini, yang biasanya diadakan setiap beberapa tahun, merupakan yang pertama sejak 2019 — yang berarti terjadi di bawah tiga CEO yang berbeda. “Kami adalah bisnis yang mengutamakan koneksi dan kemanusiaan,” kata Niccol pada Selasa sore, saat berpidato di hadapan lebih dari 14.000 manajer. Ia menekankan bahwa “orang-orang hebat menghasilkan hal-hal hebat,” menggarisbawahi pentingnya peran karyawan.
Seiring dengan meningkatnya jumlah pelanggan yang memesan latte melalui aplikasi perusahaan, kafe-kafe mereka secara paradoks telah kehilangan identitasnya sebagai “tempat ketiga” yang nyaman bagi orang-orang untuk berkumpul dan menikmati minuman mereka. Untuk menghidupkan kembali budaya Starbucks yang autentik, perusahaan tersebut membatalkan beberapa keputusan sebelumnya, termasuk kebijakan menyingkirkan kursi dari kafe-kafe mereka.
Dalam beberapa tahun terakhir, jaringan tersebut telah menghilangkan sekitar 30.000 kursi dari lokasinya, sebuah keputusan yang telah mengecewakan baik pelanggan maupun karyawan. Niccol bahkan menceritakan bagaimana manajer Starbucks lokalnya di Newport Beach, California, pernah memintanya untuk menghapus tokonya dari daftar renovasi karena sang manajer ingin mempertahankan kursi-kursi tersebut, menunjukkan betapa pentingnya elemen ini bagi pengalaman di toko.
Kehadiran Howard Schultz, CEO tiga periode yang mengubah Starbucks dari jaringan kecil menjadi pusat kopi global, di acara Leadership Experience pada Rabu pagi mengejutkan banyak pihak. Momen ini menandai pertama kalinya Schultz tampil di hadapan publik bersama Brian Niccol sejak dewan direksi memutuskan untuk menggantikan penerus pilihannya, Laxman Narasimhan, dan menunjuk mantan CEO Chipotle tersebut untuk mengambil alih kendali perusahaan.