NusaSuara — Polda Bali mengonfirmasi bahwa tiga aktivis demonstran dari empat yang sempat di tangkap di Bali pada pekan lalu telah di pulangkan. Sementara itu, satu aktivis lainnya di bawa ke Mabes Polri untuk menjalani proses hukum lanjutan.
Kepala Bidang Humas Polda Bali, Kombes Pol Ariasandy, menjelaskan bahwa ke tiga aktivis demonstran tersebut hanya di periksa sebagai saksi. “Satu orang di bawa ke Mabes oleh Bareskrim. Yang tiga di periksa sebagai saksi dan sudah di pulangkan,” ujarnya saat di konfirmasi, Senin (22/12).
Kronologi Penangkapan Empat Aktivis
Keempat aktivis yang di tangkap berinisial TW, MH, DR, dan MR. Aparat kepolisian menangkap mereka pada Jumat (19/12). Dari keempatnya, hanya TW yang kemudian di tetapkan sebagai tersangka dan di tahan.
Polisi menduga para aktivis tersebut terlibat dalam aksi unjuk rasa pada 30 Agustus 2025 di Bali. Hingga kini, penyelidikan terhadap peristiwa tersebut masih terus berlanjut.
LBH Bali Soroti Proses Penetapan Tersangka
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali langsung melakukan pendampingan hukum setelah TW resmi di tetapkan sebagai tersangka. Kepala Bidang Advokasi LBH Bali, Ignatius Rhadite, menyebut keluarga TW telah menerima surat penetapan tersangka sejak Kamis (18/12), sehari sebelum penangkapan di lakukan.
Rhadite menilai proses tersebut janggal dan berpotensi melanggar ketentuan hukum. Ia menegaskan bahwa TW di tetapkan sebagai tersangka tanpa pernah di panggil atau di periksa terlebih dahulu sebagai saksi.
“Ini yang janggal. Putusan Mahkamah Konstitusi menyatakan penetapan tersangka harus di dahului pemeriksaan sebagai saksi. Namun TW tidak pernah di panggil, tiba-tiba langsung di tangkap,” tegas Rhadite.
Pasal Berlapis dan Dugaan Kriminalisasi
LBH Bali mencatat bahwa TW di jerat dengan sejumlah pasal berlapis. Di antaranya Pasal 160 KUHP tentang penghasutan, Pasal 28 ayat 2 dan 3 UU ITE terkait penyebaran berita bohong, serta Pasal 76 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak karena di anggap melibatkan anak dalam aksi tiga aktivis demonstran. Selain itu, TW juga di sangkakan Pasal 212 hingga 214 KUHP karena di nilai tidak mengindahkan imbauan aparat.
“Pasal berlapis ini menunjukkan seolah-olah Polda Bali sedang mencari kambing hitam atas aksi 30 Agustus,” kata Rhadite.
Baca Juga: Malaysia MH370 Sudah 11 Tahun Hilang Lamanya Pemerintah Masih Berusaha Mencari
Pendampingan Hukum Di persoalkan
Setelah TW di bawa ke Jakarta oleh Bareskrim, LBH Bali berkoordinasi dengan LBH Jakarta untuk melakukan pendampingan hukum. Namun, upaya tersebut di sebut mendapat hambatan.
Menurut Rhadite, polisi menolak kehadiran LBH Jakarta dengan alasan keluarga TW telah menunjuk pengacara. Padahal, pihak keluarga secara langsung menyatakan belum menunjuk kuasa hukum mana pun.
“Ibu TW di telepon langsung di depan polisi menggunakan loudspeaker. Keluarga menegaskan belum menunjuk pengacara dan menyerahkan pendampingan kepada LBH Jakarta,” ungkapnya.
Meski demikian, polisi tetap tidak mengizinkan LBH Jakarta menemui TW dengan alasan pemeriksaan kesehatan. Aparat menjanjikan pemeriksaan lanjutan pada Senin (22/12) dengan pendampingan LBH Jakarta.
Kekhawatiran Perburuan Aktivis
LBH Bali menilai rangkaian kejadian ini sebagai indikasi bahwa perburuan terhadap aktivis di Bali belum berakhir. Rhadite bahkan menduga masih ada potensi penangkapan aktivis lain dalam waktu dekat.







