,

Waspada! Beli Motor Bekas Tanpa BPKB, Penjara Menanti Anda

oleh -20 Dilihat
motor bekas

Di tengah maraknya penjualan motor bekas, daya tarik harga miring seringkali membuat pembeli gelap mata, mengabaikan aspek legalitas yang krusial. Salah satu fenomena yang kian meresahkan adalah pembelian motor bekas hanya bermodal STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan) tanpa BPKB (Buku Pemilik Kendaraan Bermotor). Praktik ini, meskipun terlihat menguntungkan di awal, sesungguhnya menyimpan bahaya besar: potensi tuduhan sebagai penadah barang curian yang bisa berujung pada jeratan hukum pidana.

Kasus-kasus penangkapan penadah kendaraan bermotor hasil kejahatan kerap menghiasi pemberitaan. Ironisnya, tak sedikit dari mereka adalah pembeli awam yang mengaku tidak tahu menahu asal-usul motor yang dibelinya. Mereka tergiur harga di bawah pasaran, tanpa menyadari bahwa ketiadaan BPKB adalah bendera merah yang paling jelas. STNK “only” seringkali menjadi kedok bagi kendaraan yang diperoleh secara tidak sah, entah itu hasil curian, penggelapan, atau bahkan penipuan.

Risiko Hukum yang Mengintai

Membeli motor bekas dengan STNK saja memiliki risiko hukum yang sangat serius. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tindakan ini bisa masuk dalam kategori penadahan, yang diatur dalam Pasal 480 KUHP. Pasal ini menyebutkan:

  • Ayat 1: Barangsiapa membeli, menyewa, menerima tukar, menerima gadai, menerima hadiah, atau pun mendapatkan keuntungan dari sesuatu barang, yang diketahuinya atau patut disangkanya diperoleh dari kejahatan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak sembilan ratus rupiah.
  • Ayat 2: Barangsiapa mendapatkan keuntungan dari hasil penjualan atau perolehan barang sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak sembilan ratus rupiah.

Meskipun denda yang tertera dalam pasal tersebut terlihat kecil karena merupakan rumusan lama, namun ancaman pidana penjaranya sangat nyata. Poin krusial di sini adalah frasa diketahuinya atau patut disangkanya. Ini berarti, seseorang tidak harus memiliki pengetahuan pasti bahwa barang itu curian. Cukup dengan adanya indikasi atau kecurigaan yang beralasan (misalnya harga yang terlalu murah, tidak ada BPKB, atau transaksi yang tidak wajar), seseorang sudah bisa dianggap “patut menyangka” dan terjerat hukum.

Baca Juga : Waspada Yamaha Indonesia, jangan sampai terjebak di pasar motor listrik

“Seringkali pembeli berdalih tidak tahu menahu. Namun, dalam kasus motor bekas STNK only, penyidik akan melihat indikasi kuat adanya kesengajaan atau setidaknya kelalaian yang fatal,” jelas Kompol Arif Budiman, seorang perwira polisi di salah satu Polres di Jakarta. “BPKB adalah bukti kepemilikan sah. Tanpa BPKB, status kepemilikan motor itu sangat diragukan. Pembeli yang cerdas seharusnya curiga jika ada tawaran motor bekas tanpa BPKB, apalagi dengan harga yang tidak masuk akal.”

Modus Operandi dan Indikasi Mencurigakan

Pelaku kejahatan seringkali menggunakan berbagai modus untuk menjual motor hasil curian. Salah satunya adalah dengan menjual motor tanpa BPKB dengan alasan klasik seperti BPKB digadaikan, hilang, atau rusak. Mereka biasanya memalsukan STNK agar terlihat asli, atau bahkan menggunakan STNK dari motor lain yang mirip.

Beberapa indikasi yang patut dicurigai saat membeli motor bekas:

  • Harga terlalu murah: Ini adalah tanda paling jelas. Jika harga jauh di bawah pasaran untuk model dan tahun yang sama, patut dipertanyakan.
  • Tidak ada BPKB: Ini adalah red flag terbesar. BPKB adalah “akta lahir” kendaraan.
  • Transaksi terburu-buru dan lokasi mencurigakan: Penjual ingin cepat beres, dan transaksi sering dilakukan di tempat yang kurang transparan atau jauh dari keramaian.
  • Nomor rangka dan mesin tidak sesuai STNK: Ini adalah indikasi pemalsuan atau motor rakitan dari beberapa bagian.
  • Identitas penjual tidak jelas: Tidak mau menunjukkan KTP asli atau mengaku bukan pemilik langsung.

Edukasi dan Pencegahan

Penting bagi masyarakat untuk meningkatkan literasi hukum dan kewaspadaan dalam bertransaksi jual beli kendaraan. Proses jual beli yang aman seharusnya melibatkan pemeriksaan dokumen lengkap (STNK dan BPKB yang sesuai dengan fisik kendaraan), serta proses balik nama yang sah di Samsat.

“Jangan pernah tergiur harga murah yang tidak masuk akal. Lebih baik mengeluarkan sedikit lebih banyak untuk motor dengan dokumen lengkap dan aman secara hukum, daripada harus berurusan dengan polisi dan berpotensi kehilangan segalanya,” tegas Kompol Arif.

Pemerintah dan kepolisian juga terus berupaya mengedukasi masyarakat melalui berbagai kampanye. Namun, pada akhirnya, keputusan dan kewaspadaan ada di tangan calon pembeli. Membeli motor bekas STNK only bukan hanya berarti Anda tidak bisa mengurus pajak tahunan atau balik nama, tetapi juga membuka pintu lebar-lebar bagi tuduhan pidana penadahan yang dampaknya jauh lebih besar daripada sekadar kerugian finansial. Keselamatan dan ketenangan hidup jauh lebih berharga daripada diskon sesaat yang menyesatkan.