Alimin Ribut Sujono, hakim berpengalaman yang pernah menjatuhkan vonis mati terhadap Ferdy Sambo, gagal menjadi calon hakim agung. DPR menolak pengusulannya dalam rapat uji kelayakan dan kepatutan. Penolakan ini menjadi sorotan publik karena menyangkut figur hakim senior dengan rekam jejak penting di dunia peradilan. Artikel ini membahas profil Alimin, keputusan kontroversialnya, proses seleksi calon hakim agung, dan penolakan DPR secara lengkap.
Profil dan Karier Alimin Ribut Sujono
Alimin Ribut Sujono adalah hakim berpengalaman dengan rekam jejak panjang di berbagai pengadilan Indonesia. Ia memulai kariernya sebagai hakim di Pengadilan Negeri Bantul dan kemudian naik menjadi Hakim Tinggi di Pengadilan Tinggi Banjarmasin. Alimin selalu bersikap tegas, menunjukkan dedikasi, dan mempertahankan integritas tinggi selama bertugas. Ia sering menangani kasus-kasus penting yang melibatkan isu kriminal dan perdata. Pengalaman panjang ini membuat Mahkamah Agung menilai Alimin layak menduduki posisi strategis.
Selain karier yudisialnya, Alimin juga aktif dalam pelatihan dan seminar hukum, berbagi pengalaman kepada hakim muda, dan menekankan pentingnya independensi hakim. Ia memiliki pangkat Pembina Utama Madya (IV/d), menandakan posisinya sebagai salah satu hakim senior yang berpengaruh.
Vonis Mati Ferdy Sambo dan Dampaknya
Salah satu keputusan paling terkenal dari Alimin Ribut Sujono adalah menjatuhkan vonis mati kepada Ferdy Sambo, yang terlibat dalam pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Vonis ini menjadi sorotan publik dan media karena kasusnya sensitif serta melibatkan figur publik. Alimin menegaskan bahwa majelis hakim mengambil keputusan melalui musyawarah dan mempertimbangkan bukti persidangan. Ia menekankan bahwa hakim menggunakan hukum dan fakta sebagai dasar vonis, bukan tekanan publik.
Vonis ini menimbulkan perdebatan luas. Sebagian masyarakat menilai Alimin tegas dan profesional, sementara sebagian lainnya mempertanyakan keputusan tersebut. Keputusan ini menjadi faktor penting yang mempengaruhi pandangan DPR saat menilai calon hakim agung. Meskipun menuai kritik, reputasi Alimin sebagai hakim yang berani mengambil keputusan tetap kuat.
Proses Calon Hakim Agung
Pada tahun 2025, Komisi Yudisial mengusulkan Alimin Ribut Sujono sebagai calon hakim agung untuk Mahkamah Agung. Tujuan usulan ini adalah untuk mengisi posisi strategis dan meningkatkan kualitas peradilan di Indonesia. Komisi III DPR memulai proses seleksi dengan menguji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test). DPR menilai calon berdasarkan pengalaman, integritas, dan rekam jejak yudisial.
Selama proses ini, DPR meneliti setiap aspek karier Alimin. Penilaian mencakup pengalaman menangani kasus besar, kemampuan memimpin sidang, dan pengambilan keputusan yang adil. Proses seleksi bertujuan untuk memastikan bahwa calon hakim agung memenuhi standar profesional tertinggi dan mampu menjaga kepercayaan publik.
Dicecar DPR dalam Fit and Proper Test
Dalam uji kelayakan, DPR memberikan pertanyaan tajam mengenai berbagai aspek keputusan Alimin, termasuk vonis mati Ferdy Sambo. Anggota DPR, seperti Benny K. Harman, menanyakan dasar hukum dan pertimbangan moral di balik vonis tersebut. Alimin menjelaskan proses persidangan, pertimbangan bukti, dan musyawarah majelis hakim yang menghasilkan keputusan.
Meskipun Alimin memberikan penjelasan rinci, beberapa anggota DPR tetap meragukan konsistensi pertimbangan hukum dan moralnya. Diskusi ini menjadi sorotan publik dan media karena menunjukkan ketatnya evaluasi calon hakim agung. Proses ini menekankan bahwa rekam jejak yudisial dapat memengaruhi penilaian legislatif.
Alimin Ribut Sujono Ditolak DPR
Hasil uji kelayakan menunjukkan bahwa Alimin Ribut Sujono tidak memperoleh dukungan DPR. Seluruh anggota dewan menolak calon hakim ini, sehingga ia gagal menjadi hakim agung. Penolakan DPR menekankan pentingnya keseimbangan antara independensi hakim dan kepercayaan publik.
Reaksi masyarakat beragam. Beberapa menilai penolakan DPR wajar karena vonis Sambo kontroversial. Sementara itu, sebagian publik tetap mendukung Alimin karena tegas dan berani dalam memutuskan kasus besar. Penolakan ini menimbulkan diskusi tentang standar penilaian calon hakim agung dan pengaruh keputusan masa lalu terhadap karier yudisial.
Rekam Jejak Alimin Ribut Sujono
Selain kasus Sambo, Alimin Ribut Sujono memiliki banyak putusan penting lain yang menunjukkan integritas dan ketegasannya. Ia menangani kasus kriminal, perdata, dan administrasi dengan cermat, selalu berfokus pada keadilan dan hukum. Pengalaman ini menjadi alasan utama Komisi Yudisial mengusulkannya sebagai calon hakim agung. Meskipun gagal lolos seleksi DPR, reputasi Alimin tetap kuat di kalangan hukum dan masyarakat.
Baca juga : Benny K Harman Cecar Calon Hakim soal Vonis Mati Ferdi Sambo
Perspektif Komisi Yudisial
Komisi Yudisial menegaskan bahwa mereka menjalankan proses seleksi calon hakim agung sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku. KY menyatakan bahwa mereka mengusulkan Alimin berdasarkan rekam jejak dan kebutuhan Mahkamah Agung. Mereka menghormati keputusan DPR, sekaligus menegaskan bahwa Alimin tetap dihormati sebagai hakim senior yang berdedikasi.
Kesimpulan
DPR menolak Alimin Ribut Sujono sebagai calon hakim agung. DPR memengaruhi keputusan ini dengan mempertimbangkan rekam jejak yudisialnya, termasuk vonis mati Ferdy Sambo. Meskipun gagal lolos, masyarakat tetap menghormati Alimin sebagai hakim tegas dan berpengalaman. Kasus ini menyoroti hubungan kompleks antara independensi hakim, pengawasan legislatif, dan kepercayaan publik dalam sistem peradilan Indonesia.






