Asing Pindah Aset: Obligasi Ditinggal, Saham Digenjot Rp4,5 T

oleh
Aset

Pasar keuangan Indonesia menunjukkan dinamika yang kontras dalam sepekan terakhir. Bank Indonesia (BI) mencatat adanya aliran modal asing keluar (capital outflow) dari instrumen surat utang. Khususnya Surat Berharga Negara (SBN) dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

Namun, aksi beli besar-besaran (net foreign buy) di pasar saham mengimbangi kondisi ini, yang mencapai Rp4,51 triliun. Pergerakan dana asing ini menunjukkan strategi investor global yang sedang melakukan rotasi aset. Memindahkan risiko dari obligasi menuju saham, meskipun secara total pasar keuangan domestik masih mencatat arus modal keluar bersih (net outflow).

Obligasi Ditinggalkan, Total Aliran Keluar Tetap Dominan

Data transaksi BI periode 22 hingga 25 September 2025 mengungkapkan bahwa investor nonresiden secara total mencatat penjualan bersih (net sell) yang cukup. Signifikan di pasar keuangan domestik.

Meskipun investor asing mendominasi aksi beli saham, total pasar keuangan Indonesia secara keseluruhan masih mencatat net outflow sebesar Rp2,71 triliun. Angka ini mencerminkan tekanan jual yang kuat di instrumen berpendapatan tetap.

Bank Indonesia mencatat, modal asing keluar dari instrumen utang, yaitu:

  1. Surat Berharga Negara (SBN): Investor asing mencatat jual neto di pasar SBN. Meskipun angkanya bervariasi dari pekan ke pekan, tren keluarnya dana dari obligasi mencerminkan kekhawatiran terhadap kenaikan imbal hasil (yield) US Treasury.
  2. Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), instrumen BI untuk menarik likuiditas, juga mencatat jual neto yang signifikan.

Keluarnya modal dari pasar SBN dan SRBI ini menjadi indikasi bahwa investor. Masih mewaspadai kenaikan suku bunga global dan ketidakpastian ekonomi makro. Kenaikan yield obligasi Amerika Serikat (US Treasury) membuat aset berbasis dolar AS menjadi lebih menarik. Memicu investor untuk menjual obligasi negara berkembang, termasuk Indonesia, demi memindahkan dana mereka.

Saham Jadi Magnet Baru: Diborong Rp4,5 Triliun

Di tengah tekanan jual di pasar obligasi, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) justru menjadi pelabuhan baru bagi dana asing. Dalam periode yang sama, investor nonresiden mencatat pembelian bersih (net buy) di pasar saham mencapai Rp4,51 triliun.

Aksi borong saham ini memberi sinyal positif bagi pasar modal Indonesia. Investor global tampaknya menilai valuasi saham-saham unggulan (blue-chip) di Bursa Efek Indonesia (BEI) cukup menarik. Saham-saham ini menawarkan potensi pertumbuhan lebih tinggi daripada obligasi. (Menghilangkan kata “yang”).

Aksi beli saham ini, menurut analis, mendorong beberapa faktor:

  1. Kinerja Korporasi yang Kuat: Saham-saham perbankan besar dan sektor komoditas masih menunjukkan kinerja laba yang solid, membuat investor yakin terhadap fundamental perusahaan di tengah perlambatan ekonomi global.
  2. Valuasi yang Menarik: Koreksi harga saham sebelumnya menciptakan peluang bagi investor asing untuk masuk di harga yang lebih rendah, mengambil keuntungan dari potensi rebound IHSG.
  3. Investor mendiversifikasi risiko dengan merotasi aset dari obligasi (yang sensitif terhadap suku bunga) ke saham (yang sensitif terhadap pertumbuhan laba perusahaan).

Saham-saham yang paling banyak diborong asing diyakini berasal dari sektor perbankan, energi, dan telekomunikasi, yang dikenal memiliki likuiditas tinggi dan kapitalisasi pasar besar.

Reaksi Pasar dan Bauran Kebijakan BI

Pergerakan kontras antara obligasi dan saham ini menimbulkan tekanan yang berbeda pada pasar. Keluarnya dana dari SBN membuat imbal hasil obligasi tenor 10 tahun kembali merangkak naik, mencerminkan risiko yang lebih tinggi bagi kepemilikan utang pemerintah.

Di sisi lain, pembelian masif di pasar saham berkontribusi menahan IHSG agar tidak terkoreksi terlalu dalam, memberikan dukungan fundamental terhadap harga saham.
Bank Indonesia (BI) terus memantau dan memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait. BI menyatakan akan mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah dan mendukung ketahanan eksternal ekonomi Indonesia.

Baca Juga : Purbaya Janji Kumpulkan Pengusaha Rokok Minggu Ini, Bahas Masa Depan Industri Tembakau

Rotasi aset ini, meskipun menyebabkan net outflow di pasar obligasi, menunjukkan bahwa Indonesia masih memiliki daya tarik investasi, terutama di pasar saham. Fokus investor kini beralih dari aset berpendapatan tetap menuju aset berisiko tinggi (risk-on) demi mengejar pertumbuhan modal (capital gain) yang lebih menjanjikan.

Selama ketidakpastian suku bunga The Fed dan risiko geopolitik global masih tinggi, investor terus menekan obligasi Indonesia dengan penjualan. Kondisi ini menantang upaya BI dalam menjaga stabilitas pasar keuangan domestik.

No More Posts Available.

No more pages to load.