Masyarakat Indonesia patut mengambil pelajaran berharga dari survei keuangan di Amerika Serikat. Sebuah studi terbaru Bankrate menunjukkan bahwa yang paling mayoritas warga Negeri Paman Sam. Ratapi bukanlah investasi yang gagal atau utang properti, melainkan kurangnya tabungan yang memadai.
Survei yang melibatkan 2.078 responden di AS ini menemukan bahwa sekitar tiga dari empat warga Amerika. Memiliki penyesalan serius dalam hal keuangan. Dari jumlah tersebut, hampir 40% responden menunjuk masalah tabungan sebagai sumber penyesalan utama mereka. Masalah tabungan ini mencakup tiga pilar utama: dana pensiun, dana darurat, dan biaya pendidikan anak.
Penyesalan terbesar kedua adalah mengambil terlalu banyak utang, terutama utang konsumtif seperti kartu kredit dan pinjaman pendidikan, hal ini oleh sekitar 20% responden.
Stephen Kates, analis finansial dari Bankrate, menyatakan bahwa penyesalan mengenai kurangnya tabungan pensiun selalu muncul setiap tahun dan cenderung membesar seiring bertambahnya usia responden. Fenomena ini menjadi peringatan bagi masyarakat, termasuk di Indonesia, untuk segera mengambil tindakan proaktif.
Kondisi Keuangan di Indonesia dan Kesenjangan Tabungan
Meski berjarak ribuan kilometer, kondisi finansial di Indonesia memiliki kemiripan dengan AS, terutama terkait pentingnya menabung. Data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan adanya kesenjangan yang cukup besar dalam kepemilikan rekening bank formal, di mana hanya 76,3% penduduk yang memilikinya.
Kesenjangan lain terlihat dalam kepemilikan dana pensiun. Berdasarkan data OJK dan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) terbaru, jumlah peserta dana pensiun di Indonesia masih sangat minim, hanya sekitar 29 juta pekerja. Total angkatan kerja yang mencapai 154 juta orang pada Agustus 2025 membuat angka tersebut jauh lebih kecil. Angka ini menegaskan bahwa mayoritas pekerja di Indonesia belum memiliki jaring pengaman pensiun yang formal.
Hal yang mengkhawatirkan adalah, 43% responden AS dalam survei Bankrate mengaku belum melakukan perbaikan apa pun atas penyesalan finansial mereka selama setahun terakhir. Ini menunjukkan adanya jurang antara kesadaran akan masalah dan tindakan nyata untuk memperbaikinya.
Strategi Pakar Mengatasi Penyesalan Finansial
Bagi masyarakat Indonesia yang merasa terlambat atau kurang menabung, pakar keuangan AS memberikan tiga strategi praktis yang relevan untuk diterapkan, berdasarkan nasihat dari Jake Martin, penasihat finansial dari Ohio. Martin menekankan, “Terlambat memulai lebih baik dibandingkan dengan tidak pernah memulai.”
1. Bereskan ‘Kebakaran Finansial’
Strategi pertama adalah melunasi utang berbunga tinggi, seperti utang kartu kredit atau pinjaman online (pinjol). Bunga yang terus menumpuk adalah faktor utama yang menggerogoti potensi tabungan Anda.
Ashton Lawrence, seorang perencana keuangan asal South Carolina, meminta kita agar mengendalikan pengeluaran yang bisa dikendalikan. Kenali kebocoran uang Anda, apakah itu karena terlalu sering makan di luar, layanan streaming berlebihan, langganan yang terlupakan, atau belanja impulsif. Anda dapat mengalokasikan setiap rupiah yang Anda hemat sebagai dana yang lebih berguna.
2. Bentuk Dana Darurat Ideal
Dana darurat adalah benteng pertahanan pertama agar Anda tidak kembali terjerat utang berbunga tinggi ketika menghadapi situasi tak terduga (seperti PHK atau biaya kesehatan mendadak). Para ahli menyarankan untuk menyiapkan dana darurat yang setara dengan 3 hingga 6 bulan biaya hidup Anda. Dana ini sangat krusial untuk stabilitas keuangan jangka pendek.
3. Kejar Ketertinggalan Tabungan Pensiun
Setelah utang terkendali dan dana darurat terbentuk, fokus berikutnya adalah dana pensiun. Jake Martin menyarankan, jika target umum menabung berkisar antara 5% hingga 10% dari penghasilan, mereka yang berusia 40-an dan ingin mengejar ketertinggalan harus meningkatkan porsi tabungan secara drastis, hingga mencapai 20% hingga 30% dari penghasilan bulanan.
Baca Juga : Kemnaker Ngotot Naikkan Upah 3,65%, Buruh Tuntut 7,77% untuk Jaga Daya Beli
Dalam kasus ekstrem, pertimbangkan untuk menunda usia pensiun atau menyesuaikan gaya hidup di masa tua jika jumlah tabungan masih belum mencukupi. Dengan disiplin dan strategi yang tepat, penyesalan finansial terbesar ini dapat diatasi.





