JAKARTA, Nusasuara.com — Harga minyak dunia menunjukkan pergerakan yang sangat hati-hati pada sesi perdagangan akhir pekan, mencerminkan sikap pasar yang semakin berhati-hati dalam menyikapi ketidakpastian ekonomi dan geopolitik yang berkembang. Pada Jumat (4/7/2025), harga minyak mentah dunia tercatat hampir datar, dengan pergerakan yang terhambat oleh faktor-faktor eksternal, seperti data ekonomi AS yang positif dan ancaman tarif dagang dari Presiden Donald Trump.
Pergerakan Harga Minyak Dunia yang Cenderung Datang Tanpa Momentum
Harga minyak dunia, terutama Brent dan WTI, bergerak fluktuatif. Berdasarkan data Refinitiv, harga minyak mentah Brent untuk kontrak pengiriman September 2025 tercatat melemah sedikit ke US$68,48 per barel, turun dari posisi sebelumnya di US$68,80 per barel. Dalam sesi tersebut, harga minyak Brent sempat menyentuh level tertinggi di US$68,89, namun akhirnya tertekan hingga mencapai titik terendah di US$68,42.
Sementara itu, harga West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak Agustus 2025 juga mengalami penurunan tipis. Harga WTI ditutup pada US$66,78 per barel, turun dari posisi sebelumnya di US$67,03 per barel.
Penyebab utama pergerakan harga minyak dunia yang datar adalah ketidakpastian global, baik dari segi ekonomi maupun geopolitik. Pasar minyak dunia kini terjebak di persimpangan jalan, berada di antara sinyal positif dari data ketenagakerjaan AS dan bayang-bayang ancaman kebijakan tarif dari pemerintah AS yang kembali mengguncang pasar.
Sentimen Positif dari Ekonomi AS dan Tantangan Tarif Dagang
Di satu sisi, laporan Non-Farm Payrolls (NFP) Amerika Serikat memberikan sentimen positif bagi pasar minyak dunia. Laporan ketenagakerjaan AS menunjukkan ekonomi terbesar dunia menambah 147.000 lapangan kerja baru di Juni. Selain itu, tingkat pengangguran turun menjadi 4,1%, mencerminkan pasar tenaga kerja yang solid dan mendukung permintaan energi, termasuk minyak.
Peningkatan lapangan kerja ini juga memperkuat keyakinan pasar bahwa permintaan energi global tetap berada pada jalur yang positif. Data tersebut memberikan harapan bagi investor bahwa perekonomian AS dapat menopang stabilitas harga minyak dunia. Dengan momentum ekonomi yang kuat, bank sentral AS, The Federal Reserve, kemungkinan besar akan mempertahankan kebijakan suku bunga yang lebih tinggi.
Namun, kenaikan suku bunga yang diindikasikan The Fed membawa tantangan tersendiri. Suku bunga yang lebih tinggi dapat memperlambat laju pertumbuhan ekonomi domestik, memperkuat nilai tukar dolar AS, dan pada gilirannya berpotensi menekan harga minyak dunia.
Dampak Potensial dari Perang Dagang dan Tarif AS
Di sisi lain, ketidakpastian yang datang dari Gedung Putih turut memberi dampak negatif bagi pasar minyak. Presiden Donald Trump kembali mengguncang pasar dengan ancaman kebijakan tarif baru terhadap 10 negara mitra dagang utama. Tarif yang berkisar antara 20% hingga 30% ini akan diberlakukan setelah masa peninjauan 90 hari berakhir pada 9 Juli 2025.
Baca Juga : PBB Tuntut Investigasi Israel atas Serangan di Gaza, Soroti Impunitas dan Pembunuhan Jurnalis
Ancaman tarif ini membangkitkan kekhawatiran perang dagang yang lebih luas, yang dapat mengganggu stabilitas ekonomi global. Ketidakpastian terkait negara-negara mana yang akan menjadi target tarif semakin memperburuk kondisi pasar. Hal ini menciptakan ketegangan di kalangan investor, yang memilih untuk menahan posisi mereka dan menghindari risiko besar.
Publik pun menunggu respons resmi dari Uni Eropa dan Jepang mengenai kebijakan tarif ini, yang belum ada hingga saat ini. Kekosongan informasi ini menambah keraguan di pasar minyak dunia dan menciptakan ketegangan lebih lanjut.
Faktor Pasokan: OPEC+ dan Geopolitik Jadi Penentu Harga Minyak Dunia
Sentimen ekonomi AS dan tarif dagang memengaruhi harga minyak dunia, namun faktor pasokan juga penting. OPEC+ berencana meningkatkan produksi 411.000 barel per hari mulai Agustus 2025 untuk merebut kembali pangsa pasar yang hilang akibat produsen non-OPEC, terutama shale oil AS.
Namun, meskipun OPEC+ berusaha menambah pasokan, geopolitik kembali memberikan tekanan. Beberapa minggu terakhir, AS memperketat sanksi terhadap jaringan penyelundupan minyak Iran, yang memicu ketegangan di kawasan vital Timur Tengah.
Geopolitik: Iran dan Sanksi yang Memengaruhi Pasokan Global
Sanksi AS terhadap Iran menambah ketegangan di pasar minyak dunia. Praktik penyelundupan minyak Iran yang mencoba disamarkan sebagai minyak Irak semakin menunjukkan betapa rentannya jalur pasokan global. Pengetatan sanksi yang menargetkan lembaga keuangan terafiliasi Hizbullah ini memicu premi risiko di pasar.
Eskalasi ketegangan di Timur Tengah sering kali memicu gangguan pasokan mendadak dan menyebabkan lonjakan harga minyak secara tajam. Ketidakpastian ini tetap menjadi faktor penentu yang dapat mengubah arah harga minyak dalam waktu singkat.
Menghadapi Ketidakpastian: Harga Minyak Dunia Terjebak dalam Kisaran Sempit
Berbagai sentimen fundamental yang saling bertentangan akan membuat harga minyak dunia terus bergerak dalam kisaran terbatas dalam waktu dekat. Investor global kini berada dalam mode “tunggu dan lihat” (wait and see), yang berarti mereka menunggu kejelasan lebih lanjut mengenai arah kebijakan The Fed terkait suku bunga serta potensi eskalasi ancaman tarif dagang AS.
Pasar minyak dunia tetap bergantung pada keputusan politik global yang dapat memengaruhi keputusan investasi mereka. Para pelaku pasar berharap dapat menemukan titik terang mengenai arah kebijakan ekonomi AS, yang menjadi faktor kunci dalam menentukan harga minyak dunia ke depannya.
Penutup: Pergerakan Harga Minyak Dunia yang Tak Pasti
Pergerakan harga minyak dunia menunjukkan ketidakpastian. Ekonomi AS yang kuat memberi harapan, namun ancaman tarif dan ketegangan geopolitik tetap menjadi risiko. Investor perlu berhati-hati dan menunggu kejelasan lebih lanjut sebelum mengambil keputusan.
Keputusan OPEC+, kebijakan The Fed, dan dinamika geopolitik akan memengaruhi harga minyak dunia dan saling berinteraksi untuk menentukan arah pergerakan harga dalam beberapa bulan mendatang.






