Komisi XII DPR Tanggapi Laporan Penyerobotan Lahan

oleh
Komisi XII DPR

NusaSuara, — Komisi XII DPR RI menerima laporan dugaan penyerobotan lahan warga seluas 52 hektare oleh sebuah perusahaan tambang di Desa Jayasari, Kecamatan Cimarga, Kabupaten Lebak, Banten.

Laporan tersebut di sampaikan oleh warga yang tergabung dalam Perkumpulan Pemuda Keadilan (PPK) saat audiensi dengan Komisi XII di Kompleks Parlemen, Kamis (6/11). Rombongan warga di terima langsung oleh Wakil Ketua Komisi XII DPR, Donny Maryadi Oekon, bersama sejumlah anggota dewan lainnya.

Warga Minta Keadilan atas Dugaan Penyerobotan Lahan

Ketua Umum PPK, Harda Belly, menyampaikan rasa terima kasih atas sambutan positif DPR terhadap aspirasi masyarakat. Ia menegaskan bahwa langkah ini bukan bentuk perlawanan, melainkan upaya warga mencari keadilan atas lahan yang mereka klaim telah diserobot perusahaan tambang.

“Kami datang untuk meminta keadilan. Kami hanya ingin hak kami di kembalikan. Semoga perjuangan ini bisa membuahkan hasil yang adil dan transparan,” ujar Harda usai pertemuan.

Menurut Harda, lahan yang di permasalahkan selama ini telah di garap dan di manfaatkan oleh warga secara turun-temurun. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan tambang mulai melakukan aktivitas di area tersebut tanpa persetujuan masyarakat. Aktivitas tersebut di duga menimbulkan kerusakan lingkungan dan hilangnya mata pencaharian warga sekitar.

Komisi XII DPR Akan Panggil Perusahaan dan Kementerian Lingkungan Hidup

Menanggapi laporan tersebut, Wakil Ketua Komisi XII DPR Donny Maryadi Oekon berjanji akan menindaklanjuti kasus ini secara serius. Ia meminta warga melengkapi laporan dengan data dan kronologi lengkap agar DPR memiliki dasar kuat untuk memanggil pihak-pihak terkait.

“Tolong nanti buktinya di lampirkan. Buatkan kronologis lengkap—berapa total luas lahannya, berapa yang sudah bersertifikat, dan berapa yang di garap perusahaan,” tegas Donny dalam rapat bersama perwakilan warga.

Donny menambahkan, pihaknya akan segera menggelar rapat kerja dengan perusahaan tambang dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk meminta klarifikasi. Setelah itu, Komisi XII berencana melakukan kunjungan langsung ke lokasi guna memastikan kondisi lapangan dan memverifikasi laporan masyarakat.

“Nanti setelah audiensi dengan pihak perusahaan dan KLH, kami akan turun langsung ke lapangan untuk melihat sejauh mana kerusakan dan luas lahan yang di ambil alih,” jelasnya.

Dugaan Pelanggaran Lingkungan dan Dampak Sosial

Selain persoalan kepemilikan tanah, warga juga menyoroti kerusakan lingkungan akibat aktivitas tambang di kawasan Jayasari. Sejumlah area yang sebelumnya di gunakan untuk bertani kini berubah menjadi lahan gersang dan berlubang akibat penambangan.

Aktivitas tambang yang di duga tidak memiliki izin resmi ini juga menimbulkan dampak sosial bagi masyarakat sekitar. Banyak warga kehilangan sumber penghasilan karena lahan pertanian mereka tidak bisa lagi di garap.

“Kami tidak menolak investasi, tapi jangan sampai rakyat kecil yang jadi korban,” ujar salah satu warga yang turut hadir dalam pertemuan.

Baca Juga: Israel Langgar Gencatan Senjata Terkini di Nuseirat

DPR Dorong Penyelesaian Hukum dan Mediasi

Komisi XII DPR menegaskan akan mengawal proses ini hingga tuntas. Donny menilai, penyelesaian persoalan penyerobotan lahan di Banten harus di lakukan secara adil melalui mekanisme hukum dan dialog terbuka.

“Kami tidak ingin kasus seperti ini terus berulang. Negara harus hadir untuk memastikan hak rakyat terlindungi,” katanya.

Pihak DPR juga mendorong Kementerian ATR/BPN untuk melakukan verifikasi data kepemilikan lahan secara menyeluruh. Langkah ini diharapkan mampu memberikan kepastian hukum bagi masyarakat serta mencegah konflik agraria di masa mendatang.

Harapan Warga untuk Pemerintah dan Komisi XII DPR

Di akhir pertemuan, Harda Belly menyampaikan harapan besar agar pemerintah dan DPR dapat menjadi penengah yang adil dalam kasus ini. Ia menilai, perhatian DPR terhadap keluhan masyarakat merupakan sinyal positif bagi perjuangan warga Desa Jayasari.

“Kami akan terus memperjuangkan hak kami secara damai dan melalui jalur hukum. Kami percaya DPR bisa membantu kami mendapatkan keadilan,” ujarnya.

Warga kini menunggu tindak lanjut konkret dari DPR dan kementerian terkait. Mereka berharap agar lahan seluas 52 hektare itu bisa kembali di gunakan untuk kepentingan masyarakat, bukan semata-mata keuntungan korporasi.