NusaSuara — Jumlah korban banjir Aceh terus meningkat seiring proses pendataan yang di lakukan berbagai tim di lapangan. Hingga Minggu (30/11) pukul 20.23 WIB, tercatat 102 warga meninggal dunia, sementara 116 orang lainnya masih di nyatakan hilang.
Data tersebut di umumkan oleh Posko Satgas Penanganan Bencana Aceh setelah menerima laporan resmi dari wilayah terdampak. Melalui proses verifikasi berlapis, pemerintah berharap jumlah data korban dapat semakin akurat.
Selain itu, bencana banjir dan longsor yang melanda Aceh juga memberikan dampak luas terhadap kehidupan masyarakat. Sebanyak 526.098 jiwa terdampak dan 292.806 warga terpaksa mengungsi ke 1.652 desa. Dengan demikian, bencana hidrometeorologi tahun ini menjadi salah satu yang terburuk dalam sepuluh tahun terakhir di Aceh.
Sebaran Korban Meninggal di Berbagai Kabupaten/Kota
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, berikut sebaran korban meninggal akibat banjir Aceh di masing-masing wilayah:
-
Bener Meriah: 22 orang
-
Aceh Tengah: 20 orang
-
Pidie Jaya: 16 orang
-
Aceh Utara: 10 orang
-
Kota Lhokseumawe: 3 orang
-
Aceh Timur: 6 orang
-
Subulussalam: 1 orang
-
Aceh Tenggara: 11 orang
-
Bireuen: 11 orang
-
Gayo Lues: 2 orang
Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa dampak bencana ini tersebar luas. Karena itu, proses penanganan harus di lakukan secara simultan agar seluruh wilayah terdampak mendapatkan perhatian yang sama.
Upaya Pemerintah dalam Evakuasi dan Penanganan Darurat
Di tengah meningkatnya jumlah korban banjir Aceh, pemerintah mempercepat langkah-langkah penanganan darurat. Juru Bicara Posko Satgas Penanganan Bencana Aceh, Murthalamuddin, menjelaskan bahwa tingginya angka korban menunjukkan betapa besar dampak banjir dan longsor kali ini.
“Bencana hidrometeorologi di Aceh memberikan dampak luar biasa. Pemerintah terus memperkuat upaya evakuasi, pelayanan kesehatan, serta penyediaan bantuan logistik bagi para pengungsi,” tegasnya.
Karena itu, pemerintah menempatkan petugas medis, tim SAR, dan relawan di berbagai titik pengungsian. Upaya ini di lakukan agar kebutuhan dasar masyarakat terpenuhi, termasuk layanan kesehatan darurat, air bersih, hingga makanan siap saji.
Baca Juga: Lulusan Universitas Kobe: Menelisik Profil Pendidikan Sanae Takaichi, PM Perempuan Pertama Jepang
Percepatan Pembukaan Akses dan Perbaikan Infrastruktur
Selanjutnya, pemerintah juga menitikberatkan pada pemulihan akses transportasi. Sekretaris Daerah Aceh, M. Nasir, menjelaskan bahwa sejumlah titik krusial harus segera di buka kembali agar distribusi bantuan berjalan lancar.
Salah satu titik yang menjadi prioritas adalah jalur Bireuen–Aceh Utara, yang saat ini sedang di bangun Jembatan Bailey. Menurut Nasir, pembangunan tersebut di targetkan selesai dalam tiga hari sehingga akses antardaerah kembali normal.
“Konektivitas Bireuen–Aceh Utara sudah menemukan solusi. Proses pembangunan Jembatan Bailey sudah berjalan dan di targetkan segera bisa di lalui,” ujar Nasir.
Selain jalur tersebut, akses dari Aceh Utara menuju Bener Meriah juga sedang di perbaiki secara paralel. Pemerintah mengerahkan enam alat berat dengan dukungan pihak swasta. Tidak hanya itu, jalur Aceh Barat Daya–Gayo Lues, serta jalur Gayo Lues menuju Aceh Tengah dan Aceh Tenggara, ikut menjadi fokus percepatan.
Saat ini, jalur Aceh Tenggara ke Sumatra Utara sudah kembali terbuka. Selanjutnya, pemerintah berupaya menembus jalur tengah agar konektivitas di seluruh Aceh kembali pulih dan aktivitas masyarakat bisa berjalan kembali secara bertahap.
Harapan untuk Pemulihan Aceh
Secara keseluruhan, bencana banjir dan longsor yang melanda Aceh membawa dampak besar bagi masyarakat. Banyak korban banjir Aceh kehilangan keluarga, tempat tinggal, dan sumber penghidupan. Meskipun begitu, pemerintah terus bekerja untuk memastikan evakuasi berjalan optimal, bantuan logistik tersalurkan, dan infrastruktur vital segera dipulihkan.
Dengan berbagai upaya tersebut, masyarakat berharap pemulihan pascabencana dapat berlangsung lebih cepat sehingga kehidupan warga Aceh dapat kembali stabil.
