Petaka Subsidi Dicabut: 8 Merek China EV Kini di Ambang Kebangkrutan, Termasuk Neta dan Byton

oleh
Subsidi

Gairah global terhadap kendaraan listrik (EV) beberapa tahun terakhir telah mendorong ratusan pabrikan baru di China untuk bersaing menjadi “Tesla berikutnya”. Subsidi besar pemerintah turut menyokong ambisi ini. Namun, era ‘Eldorado’ mobil listrik kini telah berakhir. Saat pemerintah mulai mengurangi subsidi, raksasa yang lebih efisien seperti BYD dan Geely mulai mendominasi pasar. Gelombang kebangkrutan tak terhindarkan melanda pemain-pemain kecil. Kini, setidaknya delapan merek mobil China menghadapi ancaman gulung tikar karena gagal bertahan dalam persaingan brutal dan tidak mampu memenuhi syarat subsidi ketat.

Sejak 2018, industri otomotif China menyaksikan penutupan atau kebangkrutan lebih dari 400 merek kendaraan listrik. Kenyataan membuktikan bahwa industri mobil listrik bukan sekadar tentang sirkuit dan investor Silicon Valley atau Shenzhen, melainkan tentang biaya pengembangan yang masif, ketahanan rantai pasokan, dan psikologi pasar yang kejam.

Berikut adalah delapan merek yang terperangkap dalam tsunami kebangkrutan di tengah pasar EV China yang terlalu kompetitif:

1. Qiantu Motor

Launching dengan gembar-gembor pada tahun 2018, Qiantu Motor bermimpi menjadi mobil sport listrik sekelas Tesla versi China dengan model andalan mereka, K50. Mobil ini menawarkan desain menarik dan performa cepat. Namun, dua masalah fundamental menghancurkan Qiantu: harga jual yang terlalu mahal dan skala produksi yang terlalu kecil. Dengan utang miliaran yuan yang tak terbayar, pengadilan (atau Kreditor) akhirnya melikuidasi Qiantu Motor pada tahun 2025, mengakhiri ambisinya di pasar mobil sport listrik.

2. Byton

Byton pernah menjadi sebagai pesaing serius di masa depan kendaraan listrik China, dengan kantor pusat di Nanjing dan pusat desain di Munich. Model-model prototipe mereka, seperti M-Byte dan K-Byte, menjanjikan kemewahan dan teknologi canggih, lengkap dengan layar masif yang membentang di seluruh dasbor. Sayangnya, impian ini hancur sebelum sempat menjual satu unit pun ke publik. Masalah pendanaan yang kronis, gejolak internal perusahaan, dan dampak pandemi Covid-19 memaksa Byton bangkrut pada tahun 2021.

3. WM Motor (Weltmeister)

Pendiri oleh mantan eksekutif Volvo China, WM Motor awalnya memiliki fondasi yang tampak stabil dan finansial yang kokoh. Perusahaan ini fokus pada segmen kendaraan listrik murah. Namun, runtuhnya pasar mobil listrik murah yang masalah pasokan chip semikonduktor pasca-COVID-19 menyebabkan penjualan anjlok secara drastis. Setelah gagal membayar utang kepada pemasok, WM Motor (Weltmeister) memulai proses restrukturisasi pada tahun 2023, menandakan akhir dari dominasinya di segmen EV murah.

4. Hozon Auto (NETA)

NETA, di bawah naungan Hozon Auto, dulunya mencuat sebagai bintang baru karena menawarkan model NETA V dan NETA S yang terjangkau. Namun, kisah NETA kini menjadi contoh klasik bagaimana beban utang yang tinggi dapat membunuh inovasi. Kewajiban utang yang sangat besar, mencapai lebih dari CNY 10 miliar (sekitar Rp22 triliun), menghadang merek ini. Pada pertengahan tahun 2025, kreditor (atau pengadilan) menyeret Hozon ke pengadilan. Selain utang, pemerintah Thailand juga mengancam NETA dengan sanksi pengembalian subsidi mobil listrik karena gagal memenuhi target pembangunan pabrik.

5. Zedriv

Sekitar tahun 2017, pendiri mendirikan Zedriv (Guoji Zhijun Automotive) dengan fokus membuat kendaraan listrik kompak yang terjangkau. Investor lokal yang juga bergerak di sektor energi baru mendukung merek ini. Meskipun pernah mencoba menembus pasar Eropa dengan crossover GX5, perusahaan ini gagal mendapatkan pendanaan tambahan setelah investor utamanya mundur. Tanpa dukungan dana segar, Zedriv mengajukan perlindungan kebangkrutan pada tahun 2023.

6. Niutron

Niutron tampak menjanjikan karena didirikan oleh Yan Li, mantan pendiri NIO yang pernah bekerja di Tesla. Perusahaan ini menargetkan produksi 100.000 unit per tahun. Sayangnya, Niutron hanya sempat memamerkan prototipe SUV NV sebelum seluruh operasinya dihentikan. Janji dan target ambisius tidak cukup kuat tanpa dukungan finansial yang berkelanjutan di tengah persaingan pasar yang mengharuskan inovasi terus-menerus.

7. Evergrande New Energy Vehicle (NEV)

Unit kendaraan listrik dari raksasa properti Evergrande Group ini ikut terseret dalam krisis utang induk perusahaan. Evergrande NEV diperintahkan oleh pengadilan setempat untuk mengembalikan sekitar 1,9 miliar yuan dalam bentuk subsidi dan insentif yang sebelumnya diterima dari pemerintah lokal. Pengembalian ini diwajibkan karena perusahaan gagal memenuhi kewajiban kontraktualnya. Pada Juli 2024, kreditur mengajukan permohonan kebangkrutan dua unit bisnisnya, menandakan nasib yang semakin suram bagi Evergrande NEV.

8. Human Horizons (HiPhi)

Merek yang menaungi mobil listrik mewah HiPhi ini juga terpaksa mengajukan pailit ke pengadilan setempat di Yancheng pada tahun 2024. Meskipun dikenal dengan desain futuristik dan teknologi tinggi, aktivitas produksi HiPhi terhenti sejak Februari. Seluruh asetnya dilaporkan tidak dapat lagi menutupi utang yang menumpuk.

Kebangkrutan massal ini mencerminkan transisi pasar EV China. Subsidi yang sebelumnya menjadi penyelamat bagi merek-merek kecil, kini menjadi bumerang. Hanya merek yang memiliki modal kuat, efisiensi rantai pasokan, dan kemampuan untuk bersaing secara harga tanpa bergantung pada bantuan pemerintah, yang mampu bertahan di era baru kendaraan listrik. Para pengamat memprediksi, gelombang konsolidasi dan kebangkrutan ini akan terus berlanjut, mengurangi ratusan pemain menjadi segelintir raksasa di masa depan.

Baca Juga : BYD Explorer No. 1 Pergi, Tinggalkan Ribuan Mobil Listrik di Tanjung Priok

No More Posts Available.

No more pages to load.