Paetongtarn Shinawatra sekarang menduduki posisi sentral dalam politik Thailand. Ia membawa warisan sebuah dinasti politik yang telah mendominasi lanskap negara ini selama lebih dari dua dekade. Sebagai putri bungsu dari mantan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra dan keponakan mantan Perdana Menteri Yingluck Shinawatra, Paetongtarn mendapatkan dukungan besar dari basis pemilih keluarganya. Namun, ia juga menghadapi banyak tantangan dari lawan politik dan elit konservatif.
Ia memulai perjalanan politiknya sebagai “kepala keluarga Pheu Thai” pada tahun 2022. Jabatan ini sengaja dibuat untuk memposisikannya sebagai wajah baru partai. Sejak itu, ia aktif berkampanye, menarik massa dengan gaya komunikasi modern dan fokus pada isu-isu generasi muda. Ia mengusung janji-janji populis khas Pheu Thai, seperti program dompet digital 10.000 baht yang menjadi andalan kampanyenya. Ia berhasil membangun citranya sebagai jembatan antara warisan politik ayahnya dan masa depan Thailand.
Strategi Politik dan Daya Tarik Populisme
Paetongtarn Shinawatra dengan cerdas memadukan nostalgia kepemimpinan Thaksin yang banyak disukai dengan agenda progresif. Ia berbicara tentang perlunya reformasi ekonomi, investasi dalam teknologi, dan peningkatan kualitas hidup. Pendekatan ini berhasil mengkonsolidasikan basis pendukung lama Pheu Thai, sekaligus menarik perhatian pemilih urban dan kaum muda. Program dompet digital, misalnya, tidak hanya menjanjikan uang tunai langsung tetapi juga menunjukkan visinya untuk mendorong digitalisasi ekonomi Thailand.
Ia tidak ragu tampil di depan umum, berinteraksi langsung dengan rakyat, dan menggunakan media sosial untuk memperkuat pesannya. Popularitasnya yang meningkat di media sosial menunjukkan ia berhasil merangkul teknologi sebagai alat politik. Ia menampilkan dirinya sebagai sosok yang mudah didekati, jauh dari citra politisi konservatif yang kaku. Strategi ini membuatnya berbeda dan menarik banyak pendukung baru.
Tantangan di Tengah Pusaran Kekuasaan
Meskipun popularitasnya tinggi, jalan Paetongtarn Shinawatra tidak mulus. Ia menghadapi rintangan dari berbagai pihak yang menentang kembalinya kekuasaan Shinawatra. Lembaga-lembaga konservatif dan militer, yang secara historis memiliki peran dominan di Thailand, terus mengawasinya. Ia harus membuktikan kemandiriannya sebagai pemimpin. Tugas ini sangat sulit mengingat pengaruh besar Thaksin terhadap partai dan para pendukungnya.
Baca Juga : Mobil Listrik Bekas Mengalami Penurunan Harga Jual
Selain itu, ia menghadapi ketidakstabilan politik yang melekat pada sistem pemerintahan Thailand. Berbagai krisis politik dan intervensi yudisial menjadi hal biasa. Mahkamah Konstitusi menangguhkan jabatannya sebagai Perdana Menteri, hal itu membuktikan betapa rapuhnya posisi seorang pemimpin yang terhubung dengan dinasti Shinawatra.
Menavigasi Sengketa dan Diplomasi
Dalam urusan luar negeri, Paetongtarn Shinawatra juga tidak lepas dari tantangan. Sebuah rekaman percakapan teleponnya dengan mantan pemimpin Kamboja, Hun Sen, bocor ke publik dan memicu kontroversi. Ia meremehkan seorang komandan militer Thailand, dan hal itu dianggap tidak menghormati institusi militer yang sangat dihormati.
Skandal ini tidak hanya memicu kemarahan publik tetapi juga mengancam koalisi pemerintahnya. Bocornya rekaman itu, yang bahkan Hun Sen akui dan sebarkan, menempatkan Paetongtarn pada posisi sulit. Ia harus meredam kemarahan di dalam negeri, menenangkan militer, dan pada saat yang sama, menjaga hubungan diplomatik yang tegang dengan Kamboja. Ia membela diri dengan mengatakan percakapan itu bagian dari “teknik diplomasi,” tetapi pembelaan ini tidak cukup meredakan ketegangan. Insiden ini menyoroti kerapuhan politik dan sensitivitas isu-isu nasionalisme dan perbatasan yang sering menjadi pemicu konflik di Thailand.
Masa Depan yang Tidak Pasti
Masa depan Paetongtarn Shinawatra tetap tidak menentu. Meskipun ia memiliki peran sentral dalam partai Pheu Thai dan dukungan luas dari basis pemilih, ia terus menavigasi jebakan politik yang telah meruntuhkan karier para pemimpin sebelumnya.
Keberhasilannya bergantung pada kemampuannya mengatasi tantangan hukum, mempertahankan koalisi, dan membuktikan dirinya sebagai pemimpin independen. Jika ia berhasil melewati badai politik saat ini, ia bisa menjadi pemimpin transformatif yang mengarahkan Thailand ke arah yang lebih stabil dan sejahtera. Namun, jika ia gagal, ia akan menjadi babak baru dalam sejarah panjang ketidakstabilan politik Thailand, di mana kekuasaan dan oposisi terus berputar dalam siklus tanpa akhir. Kini, semua mata tertuju padanya saat ia berjuang mengamankan tempatnya dalam sejarah politik Thailand.
