Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, secara resmi mengumumkan kebijakan kontroversial berupa tarif impor baru yang menargetkan puluhan negara. Oleh karena itu, kebijakan ini, yang diumumkan melalui dua perintah eksekutif terpisah, akan mulai berlaku secara penuh pada 7 Agustus 2025.
Namun, Kanada menjadi satu-satunya pengecualian. Di negara itu, tarif berlaku lebih awal. Gedung Putih mengambil langkah ini karena surplus dan defisit perdagangan dari masing-masing negara terhadap AS.
Kebijakan ini memicu gelombang kekecewaan dan kemarahan dari berbagai penjuru dunia, terutama di negara-negara yang terkena dampak paling parah. Beberapa negara menghadapi “hukuman” yang jauh lebih berat, dengan tarif impor yang melampaui 15%. Ini adalah konsekuensi langsung dari defisit perdagangan yang berlebihan atau kegagalan mencapai kesepakatan dagang dengan AS.
Reaksi keras datang dari Perdana Menteri Kanada, Mark Carney, yang menyatakan kekecewaan mendalam. Ia berjanji mengambil tindakan balasan untuk melindungi ekonomi domestiknya. Selain itu, Kanada juga dikenai tarif hingga 35% untuk barang non-USMCA, khususnya yang terkait dengan isu fentanyl. Hal ini menunjukkan betapa rumitnya hubungan dagang dan politik antara kedua negara.
Dampak signifikan terasa di India setelah tarif impornya melonjak hingga 25%. Kenaikan drastis ini muncul akibat kebuntuan negosiasi di sektor pertanian dan keputusan India untuk melanjutkan pembelian minyak dari Rusia. Konsekuensinya tidak hanya terbatas pada sektor ekonomi, tetapi juga memicu gejolak politik internal dan menyebabkan nilai tukar rupee anjlok.
Baca juga : IHSG Terjepit Tarik Ulur Tarif Trump dan Penurunan Suku Bunga BI
Brasil juga tidak luput dari dampak kebijakan ini, dengan tarif impor melonjak hingga 50%. Kenaikan tarif ini ditempatkan dalam konteks politik dan perdagangan yang spesifik, menggambarkan betapa rumitnya dinamika hubungan internasional di bawah pemerintahan Trump.
Trump Berlakukan Tarif Impor Tertinggi, 17 Negara Ini Kena Dampaknya
Berikut adalah daftar lengkap negara yang terkena tarif impor tinggi, dengan beban tarif yang melampaui 15%:
- Suriah: 41%
- Laos: 40%
- Myanmar: 40%
- Swiss: 39%
- Irak: 35%
- Serbia: 35%
- Libya: 30%
- Afrika Selatan: 30%
- Bosnia dan Herzegovina: 30%
- Algeria: 30%
- Brunei: 25%
- India: 25%
- Kazakhstan: 25%
- Moldova: 25%
- Tunisia: 25%
- Kanada: 35% (untuk barang non-USMCA, terkait isu fentanyl)
- Brasil: 50% (dalam konteks politik dan perdagangan tertentu)
Kebijakan ini tidak hanya mengubah peta perdagangan global, tetapi juga menimbulkan pertanyaan serius tentang masa depan hubungan dagang internasional dan potensi terjadinya perang dagang yang lebih luas.







