Mantan Menteri Perdagangan, Tom Lembong bebas, menjadi sorotan nasional. Setelah hampir setahun mendekam di Rutan Cipinang karena vonis 54 bulan penjara dalam kasus dugaan korupsi izin impor gula, Tom Lembong akhirnya resmi bebas pada Jumat (1/8/2025) sore.
Keputusan ini mengikuti penerbitan abolisi oleh Presiden Prabowo Subianto, yang menghapus seluruh hukuman pidana Tom. Pembebasan ini menjadi momen emosional dan politis sekaligus, terutama karena terjadi menjelang perayaan Hari Kemerdekaan RI ke-80.
Disambut Anies Baswedan dan Tokoh Lain
Setibanya di gerbang Rutan Cipinang, suasana haru menyelimuti momen Tom Lembong Bebas. Sejumlah tokoh politik dan sahabat dekatnya langsung menyambutnya. Salah satu yang paling menonjol adalah Anies Baswedan, mantan Gubernur DKI Jakarta dan sahabat lama Tom di dunia pemerintahan dan pendidikan.
Anies terlihat memeluk Tom dengan hangat, seraya berkata, “Selamat kembali, Tom. Ini bukan hanya kebebasan fisik, tapi juga kebebasan atas kebenaran.” Ekonom Faisal Basri, mantan pejabat Kementerian ESDM, dan sejumlah aktivis antikorupsi juga hadir. Mereka selama ini meyakini Tom tidak bersalah.
Wajah Tom tampak lega dan bersyukur. Dalam pernyataan singkatnya kepada awak media, ia mengatakan: “Saya berterima kasih kepada Presiden Prabowo Subianto atas keberanian moral dan politiknya. Saya tahu ini bukan keputusan yang mudah.” Kalimat itu diiringi tepuk tangan para pendukungnya.
Abolisi Juga Diberikan untuk Hasto
Tak hanya Tom Lembong bebas, Presiden Prabowo juga memberikan amnesti dan abolisi kepada politisi senior Hasto Kristiyanto, yang sebelumnya dijatuhi hukuman dalam kasus dugaan suap pemilihan anggota legislatif tahun 2019.
Hasto yang merupakan mantan Sekjen PDIP menyampaikan rasa terima kasih yang sama. Dalam keterangan tertulisnya, Hasto menyebut keputusan Presiden sebagai bentuk “rekonsiliasi nasional menjelang 80 tahun Indonesia merdeka”.
“Ini adalah hadiah kemerdekaan, bukan hanya bagi saya pribadi, tapi juga bagi demokrasi dan semangat persatuan bangsa,” tulis Hasto.
Hadiah Kemerdekaan dari Prabowo
Langkah Presiden Prabowo mengeluarkan abolisi ini oleh banyak pihak disebut sebagai “hadiah kemerdekaan”, yang menjadi simbol rekonsiliasi politik setelah Pemilu 2024 yang panas.
Menteri Hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra, mengungkap bahwa ia mengusulkan pemberian abolisi dan amnesti ini kepada Presiden. “Presiden setuju karena melihat ini sebagai momentum mempersatukan kembali anak-anak bangsa,” ujar Yusril dalam jumpa pers di Istana Negara.
Proses pembebasan Tom Lembong telah melalui langkah hukum dan politik yang sah. Ini mencakup persetujuan DPR RI dan Mahkamah Agung, sesuai dengan konstitusi.
Momen Tom Lembong Bebas Picu Pro dan Kontra
Di media sosial, banyak warganet yang menyambut positif kebijakan ini. Tagar #TomLembongBebas dan #HadiahKemerdekaan sempat menjadi trending topic di X (dulu Twitter) dan TikTok.
“Tom Lembong itu teknokrat bersih, dia korban politik zaman lalu. Sudah seharusnya bebas,” tulis seorang warganet.
Namun, tak sedikit pula yang mengkritik keputusan Prabowo. Mereka menilai, abolisi dan amnesti bisa memberi kesan bahwa elite politik bisa lepas dari jeratan hukum dengan mudah, terutama menjelang momentum nasional seperti Hari Kemerdekaan.
Pengamat hukum tata negara, Bivitri Susanti, mengatakan bahwa meski abolisi adalah hak prerogatif presiden, tetap ada tanggung jawab moral di balik keputusan tersebut. “Presiden seharusnya mempertimbangkan juga dampak sosial dan kepercayaan publik terhadap hukum,” ujarnya dalam wawancara dengan salah satu stasiun televisi swasta.
Baca juga : Tom Lembong Divonis 4,5 Tahun Penjara atas Korupsi Gula
Figur Tom Lembong dan Relevansi Politiknya
Tom Lembong terkenal sebagai seorang profesional di bidang ekonomi. Ia pernah menjabat sebagai Kepala BKPM dan Menteri Perdagangan pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Seorang yang bersih dan teknokratis, ia aktif mendorong reformasi birokrasi dalam perdagangan internasional.
Kebebasan Tom Lembong saat ini membuka spekulasi mengenai kembalinya ia ke pemerintahan. Terlebih lagi, ia memiliki hubungan dekat dengan sejumlah tokoh lintas koalisi, meskipun sempat tenggelam dari panggung politik.
Anies Baswedan menyebut Tom sebagai “aset bangsa” dan berharap ia kembali aktif dalam upaya memperbaiki sistem ekonomi Indonesia. Para pengamat menilai kebebasan Tom Lembong sebagai sinyal bahwa Prabowo siap merangkul semua kekuatan politik, termasuk oposisi.
Penutup
Tom Lembong Bebas bukan sekadar kabar hukum, tapi juga peristiwa politik yang sarat makna. Di tengah semangat menyambut Hari Kemerdekaan, keputusan Presiden Prabowo ini menunjukkan wajah lain dari politik: bisa keras, bisa hangat, dan bisa pula penuh perhitungan.
Apakah keputusan ini akan menjadi awal dari rekonsiliasi nasional atau justru menambah kekecewaan publik terhadap hukum? Waktu yang akan menjawabnya. Yang pasti, masyarakat akan mengenang tanggal 1 Agustus 2025 sebagai hari kembalinya kebebasan dua tokoh penting, Tom dan Hasto, tepat di ambang Hari Lahir Indonesia.
