Presiden AS Donald Trump kembali menjadi sorotan saat Trump Ancam BRICS dengan kebijakan tarif impor baru sebesar 10 persen untuk seluruh negara anggota, termasuk Indonesia. Pernyataan ini memicu reaksi keras dari China dan menarik perhatian media internasional dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS 2025 yang digelar di Brasil awal Juli ini.
Trump, yang mencalonkan diri kembali dalam Pilpres AS 2025, menyebut BRICS sebagai kelompok “anti-Amerika” yang berpotensi mengganggu tatanan ekonomi global berbasis dolar. Ia menegaskan akan memberlakukan tarif 10% terhadap semua negara yang mendukung kebijakan BRICS jika ia kembali berkuasa.
Pernyataan tersebut langsung memicu kecaman dari negara-negara anggota BRICS, terutama China, yang merupakan anggota pendiri sekaligus pemain kunci dalam blok tersebut.
Apa Itu BRICS?
BRICS merupakan akronim dari lima negara dengan ekonomi berkembang pesat: Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan. Kelompok ini terbentuk pada 2009 dan sejak itu terus memperluas pengaruhnya dalam geopolitik global. Pada 2024, Indonesia resmi bergabung sebagai anggota baru bersama beberapa negara lain, termasuk Mesir dan Uni Emirat Arab.
Tujuan utama BRICS adalah mendorong kerja sama ekonomi, melakukan reformasi sistem keuangan internasional, dan menciptakan keseimbangan dalam tatanan dunia yang selama ini didominasi negara Barat. Selain itu, BRICS berupaya meningkatkan peran negara berkembang dalam pengambilan keputusan global.
China Kecam Ancaman Trump
Menanggapi ancaman Trump Ancam BRICS, juru bicara Kemenlu China, Mao Ning, menyebut tarif sebagai tekanan sepihak yang merugikan semua pihak.” China menegaskan bahwa BRICS bukanlah blok konfrontatif, melainkan wadah kerja sama yang inklusif dan terbuka.
China juga menyoroti bahwa kebijakan seperti itu bisa memperburuk hubungan diplomatik dan mempercepat disintegrasi ekonomi global yang sudah rapuh akibat krisis energi dan perang dagang sebelumnya. Pernyataan ini menegaskan bahwa negara-negara anggota BRICS akan menjaga posisi mereka secara strategis, tanpa menimbulkan ketegangan lebih lanjut.
Respon Negara Anggota BRICS Terkait Ancaman TRUMP
Selain China, negara-negara anggota BRICS lain juga memberikan tanggapan. Presiden Brasil, Lula da Silva, menyayangkan retorika Trump yang tidak sesuai dengan semangat kerja sama global. Ia menegaskan, “BRICS bukan musuh siapa pun. Kami ingin membangun dunia yang lebih adil dan setara.”
Presiden Afrika Selatan, Cyril Ramaphosa, menekankan bahwa ancaman Trump justru memperkuat tekad BRICS untuk memperluas kerja sama antar negara berkembang. Sementara itu, Perdana Menteri India, Narendra Modi, menyerukan agar semua pihak menahan diri dari eskalasi konflik dagang.
Dengan koordinasi yang erat, para pemimpin BRICS menunjukkan bahwa blok ini tetap fokus pada tujuan pembangunan berkelanjutan, meski menghadapi tekanan politik dan ekonomi dari luar.
Dampak Trump Ancam BRICS bagi Indonesia
Sebagai anggota baru BRICS, Indonesia turut menjadi sorotan kebijakan Trump. Meskipun produk ekspor Indonesia belum disebut secara spesifik akan dikenai tarif, sinyal ini membuat para eksportir dan pelaku usaha waspada.
Ekonom Indef, Tauhid Ahmad, menekankan Indonesia harus waspada dampak kebijakan Trump pada sektor manufaktur dan komoditas ekspor. Ia mencontohkan, “Jika tarif diberlakukan, produk ekspor strategis seperti tekstil, alas kaki, dan otomotif bisa terkena imbasnya.”
Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, menegaskan pentingnya menjaga keseimbangan diplomatik. Dalam sambutannya di KTT BRICS, ia menyatakan bahwa Indonesia akan terus mendorong kerja sama global berbasis perdamaian, bukan dominasi.
Tanggapan Sri Mulyani: Menghindari Spiral Tarif
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga menanggapi isu Trump Ancam BRICS. Ia menegaskan bahwa Indonesia akan berhati-hati menghadapi dinamika tarif dan tetap berpegang pada prinsip perdagangan terbuka.
“Kita tidak ingin terjebak dalam spiral perang tarif. Justru yang kita butuhkan adalah kerja sama dan stabilitas, bukan provokasi ekonomi,” ujarnya. Pernyataan ini menunjukkan kesiapan Indonesia menghadapi ketidakpastian global sambil tetap menjaga kepentingan nasional.
Baca juga : Panas! India Dihantam Tarif Baru 25% oleh AS Gara-gara Minyak Rusia
Potensi Krisis Ekonomi Global
Sejumlah analis internasional menilai bahwa Trump Ancam BRICS bisa memicu babak baru Perang Dagang, terutama jika ia kembali menjabat sebagai Presiden AS. Analis dari Morgan Stanley menyebut bahwa kebijakan ini berpotensi menyeret ekonomi dunia dalam “resesi mini” seperti yang terjadi pada 2019.
Jeffrey Halley, analis pasar global dari OANDA Asia-Pacific, menekankan, “BRICS mewakili lebih dari 30% ekonomi global. Jika negara-negara ini membalas, dampaknya bisa menjalar ke Eropa dan negara berkembang lainnya.”
Kondisi ini menegaskan bahwa langkah sepihak seperti tarif impor dapat menjadi bumerang, memicu ketidakpastian ekonomi global, dan berdampak pada rantai pasok internasional.
Kesimpulan: Strategi Politik atau Awal Konflik Baru?
KTT BRICS 2025 awalnya difokuskan pada isu pembangunan berkelanjutan, kerja sama energi, dan transformasi digital. Namun, pernyataan Trump mengubah agenda menjadi panggung diplomasi keras.
Meskipun Trump Ancam BRICS menjadi headline utama, para pemimpin negara tetap menekankan pentingnya dialog, multilateralisme, dan kerja sama global. Dunia kini menunggu apakah ancaman Trump hanya strategi politik atau pertanda awal konflik ekonomi global yang lebih luas.
Dengan ekonomi dunia yang semakin terhubung, setiap langkah sepihak bisa memengaruhi stabilitas global. Indonesia dan negara-negara anggota BRICS lainnya perlu terus bersikap strategis, menjaga hubungan internasional, dan memastikan perdagangan tetap berjalan lancar meski menghadapi tekanan eksternal.
