,

Pasrah Tapi Bertahan: Kisah Perjuangan Warga Rawajati Melawan Banjir Tahunan

oleh -19 Dilihat
Warga Rawajati Harus Tabah Terhadap Banjir Setiap Tahun

Jakarta, Indonesia – Bagi sebagian besar warga Rawajati , hujan deras kerap diiringi kekhawatiran akan banjir. Namun, bagi Ida (50) dan penduduk di RT 4 RW 7 Rawajati, Pancoran, Jakarta Selatan, genangan air sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan.

Terletak di tepi Sungai Ciliwung, kawasan ini bak langganan banjir, sebuah realitas yang membuat warga Rawajati mengaku pasrah, namun tetap memilih bertahan.

Ida, seorang warga Rawajati yang telah merasakan pahitnya banjir sejak tahun 2002, bercerita bahwa rasa kaget kini telah berganti menjadi kebiasaan. “Awal-awal kaget, sekarang enggak, karena sudah biasa, sudah banyak belajar,” ujar Ida kepada wartawan pada Senin (7/7/2025).

Pengalaman puluhan tahun menempa Ida dan warga lainnya untuk beradaptasi, bahkan mengembangkan strategi jitu dalam menghadapi luapan air.

Baca juga : Driver ShopeeFood Dianiaya, Ratusan Ojol Geruduk Pelaku

Strategi Bertahan Warga Rawajati di Tengah Genangan

Pengalaman mengajarkan Ida banyak hal. Ia kini memiliki taktik khusus untuk mengantisipasi datangnya banjir. Mengosongkan ruang paling bawah lemari dan memindahkan semua barang elektronik ke lantai dua adalah salah satu langkah antisipasi yang selalu dilakukannya.

Sebuah rutinitas yang mungkin terlihat sederhana, namun sangat krusial untuk menyelamatkan harta benda dari kerusakan.

Meskipun sudah terbiasa, Ida tak menampik rasa lelah yang menghinggapi. “Yang paling capek ini barangnya banyak lumpur. Barang juga ibaratnya banyak yang ini juga, capek. Ibaratnya kita kan tidur juga kan enggak nyenyak,” keluhnya.

Membersihkan sisa-sisa lumpur dan kotoran pasca-banjir adalah pekerjaan berat yang menguras tenaga dan waktu. Tahun ini saja, rumah Ida sudah dua kali terendam banjir besar, termasuk saat bulan Ramadan lalu.

Kenangan Warga Rawajati dan Harga Selangit Jakarta

Di tengah segala kesulitan dan kepasrahan, ada satu alasan kuat yang membuat Ida enggan beranjak dari Rawajati: rumah ini adalah warisan dan kenangan dari orang tuanya. “Karena kan rumahnya orang tua. Daripada ngontrak, oh, ya sudah sini saja,” jelasnya.

Keputusan ini diperkuat oleh fakta bahwa harga hunian di Jakarta kini melambung tinggi, menjadikannya pilihan yang sulit bagi Ida untuk mencari tempat tinggal baru.

Kisah Ida adalah cerminan dari perjuangan banyak warga Rawajati lainnya. Mereka mungkin pasrah dengan takdir banjir yang seolah tak terhindarkan, namun semangat untuk bertahan di tengah keterbatasan patut diacungi jempol.

Ini bukan sekadar tentang menghadapi air bah, tetapi juga tentang melestarikan warisan keluarga dan berjuang di tengah kerasnya hidup di ibu kota.

Bagaimana menurut Anda, upaya apa lagi yang bisa dilakukan untuk membantu warga Rawajati menghadapi tantangan banjir ini?