Sejarah baru terukir di Yas Marina Circuit. Lando Norris resmi menyandang gelar Juara Dunia Formula 1 (F1) musim 2025. Sebuah pencapaian yang menandai puncak dari perjalanan karier yang penuh liku. Finis ketiga di Grand Prix (GP) Abu Dhabi sudah cukup bagi pembalap muda Inggris ini untuk mengunci gelar, menuntaskan “penantian manis” yang ia dambakan sejak debutnya.
Dengan tambahan 15 poin, Norris menutup musim dengan total 423 poin, unggul tipis dua poin dari Max Verstappen, sang juara bertahan yang harus puas tergeser dari takhta yang ia kuasai selama empat tahun terakhir. Kemenangan ini bukan hanya milik Norris, tetapi juga kemenangan historis bagi tim McLaren, yang harus menunggu 17 tahun sejak Lewis Hamilton mempersembahkan gelar pembalap terakhir mereka pada 2008.
Perjalanan Penuh Gejolak: Dari Ketinggalan Hingga Kebangkitan
Jalan Norris menuju gelar jauh dari kata mulus. Musim 2025 merupakan salah satu musim terberat, di mana ia harus bersaing ketat hingga akhir dengan rekan setimnya sendiri, Oscar Piastri. Hingga pertengahan musim, Piastri justru tampil dominan dan sempat memimpin klasemen hingga bulan Agustus.
Titik terendah Norris terjadi setelah insiden gagal finis di GP Belanda. Insiden itu membuatnya tertinggal 34 poin dari Piastri dengan hanya menyisakan sembilan balapan. Banyak pihak meragukan kemampuannya untuk bangkit. Namun, Norris menunjukkan mental juara sejati.
Ia bersama tim McLaren berhasil menemukan kembali performa terbaik mobil mereka di paruh kedua musim, berbanding terbalik dengan penurunan performa Piastri. Momen pembalik nasib terjadi di GP Meksiko, di mana kemenangan dramatis Norris tidak hanya memberinya kepercayaan diri besar tetapi juga untuk pertama kalinya merebut puncak klasemen dari tangan Piastri. Sejak saat itu, ia tak pernah melepaskan posisi teratas, meski tekanan hebat dari kebangkitan Verstappen di akhir musim terus mengintai.
Tangisan di Garis Finis: Kemenangan Konsistensi
Saat menyentuh garis finis di Abu Dhabi, emosi Norris tumpah. Kegembiraan bercampur haru terlihat jelas di kokpit. Ia mengungkapkan betapa gelar ini adalah buah dari kerja keras dan konsistensi, dua hal yang sering menjadi sorotan dalam karier F1.
“Keren sekali, gila sekali, sulit bagi saya untuk mengatakannya. Musim ini penuh pasang surut. Apakah sempurna? Tentu saja tidak, saya mengalami kesulitan dan keberuntungan,” tutur Norris kepada media setelah balapan. “Menjadi juara dunia adalah soal konsistensi. Saya fokus pada diri sendiri.”
Norris mengaku tak kuasa menahan tangis ketika pikiran tentang ibunya melintas. “Saya senang sampai menangis, tidak tahu apakah saya akan menangis. Teringat ibu saya dan pikiran itu membuat saya menangis. Saya menjadi sedikit lebih emosional, hari yang luar biasa,” akunya.
Ia juga menegaskan bahwa gelar ini adalah mimpi yang ia wujudkan bersama tim yang ia cintai. “Yang membuatnya lebih baik adalah saya bisa berbagi dengan tim. Kami telah melalui banyak hal bersama. Saya ingin melakukannya bersama McLaren sejak awal dan saya merasa mereka juga menjadi bagian darinya, jadi saya sangat senang kami meraih gelar pebalap dan konstruktor bersama,” tutupnya.
Keberhasilan Lando Norris tidak hanya menjadi inspirasi bagi pembalap muda, tetapi juga mengukuhkan McLaren sebagai kekuatan yang kembali diperhitungkan di kancah F1, sekaligus menutup penantian panjang penuh drama dengan sebuah akhir yang benar-benar manis.
Baca Juga : Ambisi Le Mans: Sean Gelael Turun di ALMS Bareng Ferrari, Bidik Tiket ke Balapan Utama
